Selasa, 03 Oktober 2017

LANDASAN HUKUM DAN PENJABARAN PASAL - PASAL (BAB 2)

PENDAHULUAN




Secara umum Substansi Pertanahan diatur melalui satu Undang-Undang Pokok, yaitu UU No. 5 / 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ( UUPA ) yang merupakan hukum dasar pertanahan, yang mengatur masalah pokok keagrariaan Indonesia secara garis besar. Sedangkan pelaksanaannya lebih lanjut diatur kembali melalui Undang - Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan perundangan lainnya. Adapun maksud pemberlakuan UUPA adalah dalam rangka untuk :

• Meletakkan dasar - dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
• Meletakkan dasar - dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum, dalam hukum pertanahan.
• Meletakkan dasar - dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak - hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya


SERTIFIKAT TANAH



Dalam hal pelaksanaan upaya peletakan dasar - dasar pemberian kepastian hukum atas hak - hak tanah rakyat, yang dikaitkan dengan hukum privat, yaitu kepemilikan tanah pribadi ( Orang dan Badan Hukum ). UUPA dan PP No. 24 / 1997 ( tentang Pendaftaran Tanah ) memberikan janji manis kepada masyarakat pemegang hak atas tanah, yaitu adanya jaminan kepastian dan perlindungan hukum, sebagaimana dalam :

1. Pasal 19 ayat 1 UUPA, yang menegaskan bahwa : " Untuk menjamin kepastian hukum, oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah ".

2. Pasal 19 ayat 2 c UUPA menegaskan bahwa setelah bidang tanah itu didaftar, Pemerintah kemudian menerbitkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat atas kepemilikan tanah.

3. Pasal 1 angka 11 dan Pasal 32 ayat 1 PP No. 24 / 1997, menegaskan bahwa Sertifikat adalah tanda bukti hak, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 ayat 2 c UUPA, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat atas kepemilikan tanah.

4. Pasal 3 dan 4 PP No. 2 / 1997, menegaskan bahwa Kepada masyarakat yang sudah mendaftarkan tanah miliknya, diberikan sertifikat tanah, agar mereka dapat dengan mudah membuktikan diri sebagai pemegang hak, dalam rangka untuk mendapatkan jaminan kepastian dan perlindungan hukum.

Kepastian Hukum

Jaminan kepastian hukum hak atas tanah adalah kepastian hukum yang tertuju pada kepemilikan tanah, sehingga adanya kepastian hukum hak atas tanah akan memberikan kejelasan tentang :

1. Kepastian Subjek, yaitu kepastian mengenai si Pemegang hak ( Pemilik tanah ),
2. Kepastian Objek, yaitu kepastian mengenai Tanahnya, seperti : Letak, Bentuk, Luas, Batas - batas dan lain sebagainya.

Kepastian terhadap kedua hal tersebut diatas sangat besar artinya, terutama dalam kaitannya dengan "lalu lintas hukum" karena dengan adanya kepastian hukum yang sedemikian itu, maka pertanyaan - pertanyaan mengenai keberadaan suatu bidang tanah dengan serta - merta akan terjawab secara otomatis.

Perlindungan Hukum

Isyarat mengenai jaminan kepastian dan perlindungan hukum sebagaimana yang dijanjikan oleh UUPA dan PP No. 24 / 1997, untuk selanjutnya di support oleh hukum positif lainnya, yang memberikan janji perlindungan atas kepemilikan tanah dari berbagai tindak kriminal, antara lain seperti :

A. KUHP ( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ) dalam beberapa pasalnya, antara
lain seperti berikut ini :

1. Pasal 167 ayat 1 menegaskan bahwa " Barangsiapa memaksa masuk kedalam .................. pekarangan orang lain dengan melawan hukum diancam dengan pidana penjara 9 bulan atau denda ...... " .

2. Pasal 385 menegaskan bahwa " Diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun, Pertama : Barangsiapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum menjual, menukarkan, membebani dengan credietverband sesuatu hak tanah ........ orang lain, ........... . Kedua : Barangsiapa dengan maksud yang sama menjual, menukarkan atau membebani dengan credietverband sesuatu hak tanah Indonesia yang telah dibebani ............. tanpa memberitahukan ........ kepada pihak yang lain. Ketiga : Barangsiapa dengan maksud yang sama mengadakan credietverband mengenai sesuatu hak tanah Indonesia dengan menyembunyikan kepada pihak lain, bahwa tanah yang berhubungan dengan hak tadi sudah digadaikan. Keempat : Barangsiapa dengan maksud yang sama, menggadaikan atau menyewakan tanah dengan hak Indonesia, padahal diketahui orang lain yang mempunyai .......... hak atas tanah itu. Kelima : Barangsiapa dengan maksud yang sama, menjual atau menukarkan tanah dengan hak Indonesia yang telah digadaikan, padahal tidak diberitahukan kepada pihak lain, bahwa tanah itu telah digadaikan. Keenam : Barangsiapa dengan maksud yang sama, menjual atau menukarkan tanah dengan hak Indonesia oleh suatu masa, padahal diketahui bahwa tanah itu telah disewakan kepada orang lain untuk masa itu ".

3. Pasal 389 menegaskan bahwa " Barangsiapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum menghancurkan, memindahkan, membuang atau membikin tak dapat dipakai sesuatu yang digunakan untuk menentukan batas pekarangan, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan ".

4. Pasal 551 menegaskan bahwa " Barangsiapa tanpa wenang berjalan atau berkendaraan diatas tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang memasukinya diancam dengan denda ........ ".


B. UU No. 51 Prp / 1960 ( Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya ) No. Undang-Undang No. 1 / 1961, Pasal 6 ayat 1 menegaskan bahwa " .......Maka dapat dipidana dengan hukuman kurungan selama - lamanya 3 bulan dan atau denda ......... :

1. Barangsiapa memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, dengan ketentuan, bahwa jika mengenai tanah-tanah perkebunan dan hutan dikecualikan ......

2. Barangsiapa mengganggu yang berhak atau kuasanya yang sah dalam menggunakan haknya atas suatu bidang tanah.

3. Barangsiapa menyuruh, mengajak, membujuk, atau menganjurkan dengan lisan atau tulisan untuk melakukan perbuatan dimaksud ............ pasal ini.

4. Barangsiapa memberi bantuan dengan cara apapun juga untuk melakukan perbuatan tersebut ......... pada pasal ini ".


C. PP No. 24 / 1997 ( Tentang Pendaftaran Tanah ) : Pasal 32 ayat 2
" Dalam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikat baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut ".

Dari penegasan - penegasan peraturan perundangan tersebut diatas, nampak jelas bahwa Sertifikat Tanah adalah tanda bukti kepemilikan tanah yang bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum terhadap kepemilikan tanah


REFERENSI :

http://masyarakatadilindonesia.blogspot.co.id/2011/02/dasar-hukum-dan-perlindungan.html

PENDAHULUAN / LATAR BELAKANG HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN (BAB 1)

LATAR BELAKANG HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN



PENGERTIAN HUKUM
Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol , hukum adalah aspek terpenting  dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan,  Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarat berhak untuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.

PENGERTIAN PRANATA
Pranata atau institusi adalah norma atau aturan mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus. Norma/aturan dalam pranata berbentuk tertulis (undang-undang dasar, undang-undang yang berlaku, sanksi sesuai hukum resmi yang berlaku) dan tidak tertulis (hukum adat, kebiasaan yang berlaku, sanksinya ialah sanksi sosial/moral (misalkan dikucilkan)). Pranata bersifat mengikat dan relatif lama serta memiliki ciri-ciri tertentu yaitu simbol, nilai, aturan main, tujuan, kelengkapan, dan umur.

PENGERTIAN PEMBANGUNAN
Pembangunan adalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Beberapa ahli di bawah ini memberikan definisi tentang pembangunan, yakni:
  • (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
  • (Johan Galtung) Pembangunan merupakan suatu upaya untuk memenuhan kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan sosial.
  • (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004) Pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk me­menuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi.
  • (Siagian 1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan per­ubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”.


PENGERTIAN HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN
Hukum pranata pembangunan yaitu, suatu peraturan mengenai interaksi pelaku pembangunan untuk menghasilkan tata ruang suatu daerah menjadi lebih berkualitas dan kondusif. Hukum pranata pembangunan juga berdiri untuk menyempurnakan tatanan pembangunan pemukiman agar lebih teratur,berkualitas, dan efektif bagi pengguna (masyarakat) dan pemerintah pada setiap daerah. Pelaku pembangunan yang terlibat meliputi Arsitektur, pengembang, kontraktor, dinas tata kota dan badan hukum.



LATAR BELAKANG KASUS

Tanah/lahan merupakan suatu rahmat dan anugerah dari Allah SWT yang sengaja diciptakan untuk tempat bermukimnya mahluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya.

Pengertian ini memberikan makna bahwa manusia sebagai mahluk hidup sangat membutuhkan tanah/lahan, baik digunakan sebagi tempat tinggal, tempat bercocok tanam, maupun untuk tempat usaha lainnya, sementara persediaan lahan yang ada sangat terbatas. Oleh karena itu ada kecenderungan bahwa setiap orang berusaha menguasai dan mempertahankan bidang-bidang tanah/lahan tertentu termasuk mengusahakan status hak kepemilikannya.

Dalam sistem hukum Agraria di Indonesia dikenal ada beberapa macam hak penguasaan atas tanah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1961 tentang Pokok Agraria, yaitu antara lain: Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan.

Pada dasarnya istilah “sertifikat” itu sendiri berasal dari bahasa Inggris (certificate) yang berarti ijazah atau Surat Keterangan yang dibuat oleh Pejabat tertentu. Dengan pemberian surat keterangan berarti Pejabat yang bersangkutan telah memberikan status tentang keadaan seseorang.

Menurut KBBI, Sertifikat adalah tanda atau surat keterangan (pernyataan) tertulis atau tercetak dari orang yang berwenang yang dapat digunakan sebagai bukti pemilikan atau suatu kejadian.

Pengertian Sertifikat Tanah dapat dilihat dasarnya yaitu dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Pasal 19, menyebutkan bahwa:

- Ayat (1)   Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Ayat (2)  Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi :

a.)Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah
b.)Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c.)Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat

Dengan berdasar ketentuan Pasal 19 UUPA, khususnya ayat (1) dan (2), dapat diketahui bahwa dengan pendaftaran tanah/pendaftaran hak-hak atas tanah, sebagai akibat hukumnya maka pemegang hak yang bersangkutan akan diberikan surat tanda hak atas tanah dan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat terhadap pemegang hak atas tanah tersebut.

Sertifikat Tanah atau Sertifikat Hak Atas Tanah atau disebut juga Sertifikat Hak terdiri salinan Buku Tanah dan Surat Ukur yang dijilid dalam 1 (satu) sampul. Sertifikat tanah memuat:

a.Data fisik: letak, batas-batas, luas, keterangan fisik tanah dan beban yang ada di atas tanah;
b.Data yuridis: jenis hak (hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak pengelolaan) dan siapa pemegang hak.

Istilah “sertifikat” dalam hal dimaksud sebagai surat tanda bukti hak atas tanah dapat kita temukan di dalam Pasal 13 ayat (3) dan (4) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1961, bahwa:

- Ayat (3)   Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur setelah dijahit secara bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria, disebut Sertifikat  dan diberikan kepada yang berhak”.
- Ayat (4)   Sertifikat tersebut pada ayat (3) pasal ini adalah surat tanda bukti hak yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria”.

Serifikat hak atas tanah ini diterbitkan oleh Kantor Agraria Tingkat II (Kantor Pertanahan) seksi pendaftaran tanah. Pendaftaran itu baik untuk pendaftaran pertama kali (recording of title) atau pun pendaftaran berkelanjutan (continious recording) yang dibebankan oleh kekuasaan hak menguasai dari negara dan tidak akan pernah diserahkan kepada instansi yang lain. Sertifikat tanah yang diberikan itu dapat berfungsi sebagai alat bukti hak atas tanah, apabila dipersengketakan.

Berdasarkan keadaan bahwa pada saat ini banyak terjadi sengketa di bidang  pertanahan, sehingga menuntut peran maksimal dan profesionalisme yang tinggi dari petugas Kantor Pertanahan yang secara eksplisit tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai pembatasan waktu untuk menyelesaikan proses pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan maupun pengenaan sanksi kepada petugas Kantor Pertanahan apabila melakukan kesalahan dalam pelaksanaan seluruh dan atau setiap proses dalam pendaftaran tanah. Hal ini erat kaitannya dengan hakikat dari sertifikat tanah itu sendiri, yaitu:

- Memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak baik oleh manusia secara perorangan maupun suatu badan hukum;
- Merupakan alat bukti yang kuat bahwa subjek hukum yang tercantum dalam sertifikat tersebut adalah pemegang hak sesungguhnya, sebelum dibuktikan sebaliknya atau telah lewat jangka waktu 5 (lima) tahun sejak penerbitan sertifikat tanah;
- Memberikan kepastian mengenai subjek dan objek hak atas tanah serta status hak atas tanah tersebut.



REFERENSI

https://andrilamodji.wordpress.com/hukum/pengertian-tujuan-jenis-jenis-dan-macam-macam-pembagian-hukum/
https://id.wikipedia.org/wiki/Pranata
https://hellowulandari.wordpress.com/2016/01/08/tugas-kelompok-hukum-dan-pranata-pembangunan-di-indonesia-dan-di-luar-negri/
http://raypratama.blogspot.co.id/2012/02/pengertian-dan-fungsi-sertifikat-hak.html