Senin, 17 Juli 2017

OTONOMI DAERAH

PENGERTIAN OTONOMI DAERAH

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.
Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, bahwa pemberian kewenangan otonomi daerah dan kabupaten / kota didasarkan kepada desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

a.    Kewenangan Otonomi Luas

Yang dimaksud dengan kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal agama serta kewenangan dibidang lainnya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Disamping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.

b.    Otonomi Nyata

Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup dan berkembang di daerah.

c.    Otonomi Yang Bertanggung Jawab

Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang sehat antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 7, 8, 9 tentang Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat dan daerah yaitu :

Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu
Tugas perbantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.


DAERAH OTONOM

Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasl 1 ayat 6 menyebutkan bahwa daerah otonomi selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Profesor Oppenhein (dalam Mohammad Jimmi Ibrahim, 1991:50) bahwa daerah otonom adalah bagian organis daripada negara, maka daerah otonom mempunyai kehidupan sendiri yang bersifat mandiri dengan kata lain tetap terikat dengan negara kesatuan. Daerah otonom ini merupakan masyarakat hukum yaitu berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.


HAKEKAT, TUJUAN, DAN PRINSIP OTONOMI DAERAH

a.    Hakekat Otonomi Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat. Berkaiatan dengan hakekat otonomi daerah tersebut yang berkenaan dengan pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat maka peranan data keuangan daerah sangat dibututuhkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk meliahat kemampuan/ kemandirian daerah (Yuliati, 2001:22)

b.    Tujuan Otonomi Daerah

Menurut Mardiasmo (Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah) adalah: Untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dam memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu:
·       Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
·       Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
·       Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Selanjutnya tujuan otonomi daerah menurut penjelasan Undang-undang No 32 tahun 2004 pada dasarnya adalah sama yaitu otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal.

c.    Prinsip Otonomi Daerah

Menurut penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, prinsip penyelenggaraan otonomi daerah adalah :
1.       penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keaneka ragaman daerah.
2.       Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
3.       pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah dan daerah kota, sedangkan otonomi provinsi adalah otonomi yang terbatas.
4.       Pelaksanaan otonomi harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
5.       Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah kabupaten dan derah kota tidak lagi wilayah administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah.
6.       Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan, mempunyai fungsi anggaran atas penyelenggaraan otonomi daerah.
7.       Pelaksanaan dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
8.       Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya di pemerintah daerah dan daerah kepada desa yang disertai pembiayaan, sarana dan pra sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan.


IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH

Implementasi otonomi daerah bagi daerah tingkat 1 dan tingkat 2, seiring dengan pelimpahan wewenang pemerintah pusat dapat dikelompokkan dalam lima bidang yaitu implementasi dalam pembinaan wilayah, pembinaan sumber daya manusia, penanggulangan dan percepatan penurunan kemiskinan, penataan hubungan fungsional antara DPRD dan pemerintah daerah, serta peningkatan koordinasi atau kerja sama tim (team work).

Implementasi Otonomi Daerah dalam Pembinaan Wilayah

Pelaksanaan otonomi daerah tidak secara otomatis menghilangkan tugas, peran, dan tanggungjawab pemerintah pusat, karena otonomi yang dijalankan bukan otonomi tanpa batas. Penjelasan pasal 18 UUD 1945 menyatakan bahwa “Indonesia itu satu eenheidstaat”, Indonesia tidak akan mempunyai daerah dengan status staat atau negara. Otonomi tidak dirancang agar suatu daerah memiliki sifat-sifat seperti suatu negara. Pemerintah pusat dalam kerangka otonomi masih melakukan pembinaaan wilayah. Pembinaan wilayah dapat diartikan bagaiman mengelola dan mengerahkan segala potensi wilayah suatu daerah untuk di dayagunakan secara terpadu guna mewujudkan kesejahteraan rakyat. Potensi wilayah termasuk segala potensi sumber daya yang mencakup potensi kependudukan, sosial ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan.

Pola pembinaan wilayah dilaksanakan dengan mendelegasikan tugas-tugas pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dilaksanakan, dan dipertanggungjawabkan oleh pemerintah daerah. Pada prinsipnya pembinaan wilayah diserahkan kepada daerah unuk mengelola sumber daya yang potensial untuk kesejahteraan daerah, dan dalam negara kesatuan, tugas pemerintah pusat melakukan pengawasan. Bentuk pengawasan dalam otonomi daerah adalah seluruh rancangan kegiatan dan anggaran daerah tingkat II dibuat kepala daerah dan DPRD II, serta diperiksa oleh gubernur. Untuk rencana kegiatan dan anggaran tingkat I, dibuat gubernur dan DPRD I, dan diperiksa oleh menteri dalam negeri atas nama pemerintah pusat.

Tugas dan fungsi pembinaan wilayah meliputi prinsip pemerintahan umum, yaitu penyelenggaraan pemerintahan pusat di daerah, memfasilitasi dan mengakomodasi kebijakan daerah, menjaga keselarasan pemerintah pusat dan daerah, menciptakan ketenteraman dan ketertiban umum, menjaga tertibnya hubungan lintas batas dan kepastian batas wilayah, menyelenggarakan kewenangan daerah, dan menjalankan kewenangan lain.

Pejabat pembina wilayah dilaksankan oleh kepala daerah yang menjalankan dua macam urusan pemerintahan, yaitu urusan daerah dan urusan pemerintahan umum.

Implementasi Otonomi Daerah dalam Pembinaan Sumber Daya Manusia

Pelaksaan otonomi daerah memberikan wewenang pembinaan sumber daya manusia kepada daerah. Hal ini tugas berat bagi daerah, karena SDM pada umumnya mempunyai tingkat kompetensi, sikap, dan tingkah laku yang tidak maksimal. Menurut kaloh (2002) banyak faktor yang menyebabkan kinerja pegawai negeri sipil (PNS) rendah, yaitu: (a) adanya monoloyalitas PNS kepada satu partai pada zaman ORBA, sehingga mendorong PNS bermain politik praktis atau tersembunyi, (b) prose rekrutmen PNS masih tidak sesuai dengan ketentuan yang ada berdasarkan jenis dan persyaratan pekerjaan, (c) rendahnya tingkat kesejahteraan, (d) penempatan dan jenjang karir tidak berdasarkan jenjang karir dan bidang keahlian, dan (e) PNS terkesan kurang ramah, kurang informatif, dan lamban dalam memberikan pelayanan.

Dalam era otonomi, daerah harus mempersiapkan SDM untuk memenuhi kebutuhan dan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas. Pemerintah membutuhkan PNS yang tanggap, responsip, kreatif, dan bekerja secara efektif.

Untuk menunjang kinerja daerah dalam rangka kerja sama antar daerah dan pusat, pemda membutuhkan SDM yang mempunyai kemampuan mengembangkan jaringan dan kerja sam tim, dan mempunyai kualitas kerja yang tinggi.

Untuk pembinaan SDM, pemda diharapkan: (1) membuat struktur organisasi yang terbuka, (2) menyediakan media untuk PNS berkreatif dan membuat terobosan baru, (3) mendorong PNS berani mengambil resiko, (4) memberikan penghargaan bagi yang berhasil, (5) mengembangkan pola komunikasi yang efektif antar PNS, (6) membangu suasana kerja di PNS yang inovatif, (7) mengurangi hambatan birokrasi, (8) mencegah tindakan intervensi yang mengganggu proses kerja profesional; dan (9) mendelegasikan tanggung jawab dengan baik.

Memperbaiki cara kerja birokrasi dengan cara memberikan teladan, membuat perencanaan, melaksanakan kerja denga pengawasan yang memadai, menentukan prioritas, memecahkan masalah dengan inoivatif, melakukan komunikasi lisan dan tulisan, melakukan hubungan antar pribadi, dan memperhatikan waktu kehadiran dan kretaivitas.

Mengurangi penyimpangan pelayanan birokrasi. Pelayanan pemerintah sering kali banyak mengalami penyimpangan yang disebabkan sistem birokrasi, atau keinginan menambah penghasilan dari pegawai. Pemda harus melakukan perbaikan dengan: menegakan disiplin pegawai dengan memberikan penghargaan dan sanksi, memberikan pelayanan yang berorientasi pelanggan, menetapkan tanggung jawab dengan jelas, dan mengembangkan budaya birokrasi yang bersih, serta memberikan pelayanan cepat dan tepat dengan biaya murah.

Implementasi Otonomi Daerah dalam Penanggulangan Kemiskinan

Masalah merupakan masalah penting bagi pemerintah daerah. Otonomi memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola sumber daya dengan tujuan peningkatan kesejahteraan penduduk di wilayahnya.

Pengentasan kemiskinan menjadi tugas penting dari UU nomor 25 tahun 1999, dimana pemda mempunyai wewenang luas, dan didukung dana yang cukup dari APBD. Pengentasan kemiskinan menggunakan prinsip: penegmbangan SDM dengan memberdayakan peranan wanita, membrdayakan dan memprmudah akses keluarga miski utuk berusaha, dengan mendekatkan pada modal dan pemasaran produknya, menanggulangi bencana, dan membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat miskin.

Program penanggulangan kemiskinan harus dilakukan berdasarka karakter penduduk dan wilayah, dengan melakukan koordinasi antar-instansi yang terkait.

Pembangunan dalam rangka penanggulangan kemiskinan harus mengedepankan peran masyarakat dan sektor swasta, dengan melakukan ivestasi yang dapat menyerap tenaga kerja dan pasar bagi penduduk miskin.

Membangun paradigma baru tentang peranan pemda, yaitu dari pelaksana menjadi fasilitor, memberikan interuksi menjadi melayani, mengatur menjadi memberdayakan masyarakat, bekerja memenuhi aturan menjadi bekerja untuk mencapai misi pembangunan.

Dalam pemberdayan masyarakat, peranan pemda adalah memberikan legitimasi kepada LSM dan masyarakat penerima bantuan, menjadi penengah apabila terjadi konflik, mendorong peningkatan kemampuan keluarga miskin, turut mengendalikan pembangunan fisik, dan memberikan sosialisasi gerakan terpadu pengentasan kemiskinan.

Pemda dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan dapat mengambil kebijakan keluarga, yaitu mendata dengan benar karakter keluarga miskin, mengidentifikasi tipe dan pola keluarga miskin, melakukan intervensi kebijakan, yang meliputi kebijakan penyediaan sumber daya melalui pendidikan dan pelatihan, menyediakan program yang mendorong kesempatan kerja, dan menyediakan program untuk membangun lingkungan fisik masyarakat miskin, seperti prasarana jalan, jembatan, perumahan, listrik dan air bersih, dan pada tahap akhir pemda melakukan evaluasi efektivitas dari pelaksanaan penanggulangan kemiskinan.

Implementasi Otonomi Daerah dalam Hubungan Fungsional Eksekutif dan Legislatif

Hubungan eksekutif (pemda) dan legislatif (DPRD) dalam era otonomi mencuat dengan munculnya ketidakharmonisan antara pemda dan DPRD. Ketidakharmonisan dipicu oleh interprestasi dari UU nomor 22 tahun 1999, yang menyatakan peran legislatif lebih dominan dibandingkan peran pemda, dan hal ini bertentangan dengan kondisi sebelumnya, dimana pemda lebih dominan daripada DPRD.

Ketidakharmonisan harus dipecahkan dengan semangat otonomi, yaitu pemberian wewenang kepada daerah untuk mengatur daerahnya dalam menjawab permasalahan rakyat, yang meliputi administrasi pemrintahan, pembangunan, dan pelayanan publik.

Asas dalam otonomi menurut UU No. 22 tahun 1994 adalah: (1) penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, kecuali dalam bidang hankam, luar negeri, peradilan, agama, mpneter, dan fiskal, (2) pelimpahan wewenang pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, dan (3) pembantuan yaitu penugasan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas teretentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta SDM, dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat.

Kepala daerah mempunyai wewenang memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan DPRD, bertanggung jawab kepada DPRD, dan menyampaikan laporan atas penyelenggaraan pemerintah daerah kepada presiden melalui mendagri, minimal satu tahun sekali melalui gubernur.

DPRD dalam era otonomi mempunyai wewenang dan tugas: memilih gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati atau walikota/ wakil walikota, membentuk peraturan daerah, menetapkan anggaran pendapatan belanja daerah, melaksankan pengawasan. Memberikan saran pertimbangan terhadap perjanjian internasional menyangkut kepentingan daerah, serta menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat.

Kepala daerah dan DPRD dalam melakukan tugasnya dapat melakukan komunikasi yang intensuf, baik untuk tukar menukar informasi, dan pengembangan regulasi maupun klarifikasi suatu masalah.
Prinsip kerja dalam hubungan antara DPRD dengan kepala daerah adalah: proses pembuatan kebijakan transparan, pelaksanaan kerja melalui mekanisme akuntabilitas, bekerja berdasarkan susduk, yang mencakup kebijakan, prosedur dan tata kerja, menjalankan prinsip kompromi, dan menjunjung tinggi etika.

Implikasi Otonomi Daerah dalam Membangun Kerja Sama Tim

Koordinasi merupakan maslah yang serius dalam pemerintah daerah. Sering bongkar dan pasang sarana dan prasarana seperti PAM,PLN, dan Telkom menunjukan lemahnya koordinasi selama ini.
Dalam rangka otonomi, di mana pemda mempunyai wewenang mengatur enam bidang selain yang diatur pusat, maka pemda dapat mengatur sektir riil seperti transportasi, sarana/prasarana, pertanian, dan usaha kecil, serta wewenang lain yang ditentukan undang-undang.

Lemahnya koordinasi selam otonomi daerah telah menimbulkan dampak negatif, di antaranya: inefisiensi organisasi dan pemborosan uang, tenaga dan alat, lemahnya kepemimpinan koordinasi yang menyebabkan keputusan tertunda-tunda, tidak tepat dan terjadi kesalahan, serta tidak terjadi integrasi dan sinkronisasi pembangunan.

Penyebab kurangnya koordinasi dalam era otonomi daerah di pemda antara lain karena sesama instansi belum mempunyai visi yang sama, tidak adanya rencana pembangunan jangka panjang yang menyebabkan arah kebijakan tidak strategis, rendahnya kemauan kerja sama, gaya kepemimpinan yang masih komando, rendahnya keterampilan, integritas dan kepercayaan diri.

Dalam rangka meningkatkan koordinasi, maka pemerintah daerah harus menciptakan kerja sama tim. Kerja tim dilaksanakan dengan (1) pelatihan kepada PNS pemda untuk menumbuhkan komitmen, integritas, kejujuran, rasa hormat dan percaya diri, peduli terhadap pemerintah daerah, mempunyai kemauan dan tanggung jawab, matang secara emosi, dan mempunyai kompetensi, (2) mengembangkan visi dan misi pemerintahan daerah yang menjadi acuan kerja, (3) membuat sistem kerja yang baik, yaitu adanya kejelasan tugas pokok, fungsi dan akuntabilitas pekerjaan, dan (4) membangun suasana dialogis antar pimpinan dan staf pemda.

Terkait dengan implementasi otonomi daerah, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan otonomi daerah, yaitu:

Meningkatkan kualitas SDM. Yang dapat dilakukan melalui:

·       Pelaksanaan seleksi PNS yang jelas, ketat, yang baik, serta berdasarkan pekerjaan dan spesifikasi lowongan pekerjaan.
·       Peningkatan kompetensi, keterampilan, dan sikap melalui pelatihan dan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah, serta mengevaluasi keefektifan program pendidikan dan pelatihan.
·       Penempatan PNS berdasarkan kompetensi, minat, dan bakat, serta kebutuhan pemerintah daerah.
·       Pengembangan SDM yang kreatif, inovatif, fleksibel, profesional, dan sinergis di pemda.
·       Menindaklanjuti ketentuan undang-undang tentang otonomi dengan peraturan daerah yang terkait dengan kelembagaan, kewenangan, tanggung jawab, pembiayaan, SDM, dan sarana penunjang terhadap penugasan wewenang yang dilimpahkan pemerintah pusat.
·       Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam.
·       Mengembangkan sistem manajemen pemerintahan yang efektif, objektif, rasional, dan modern.


PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DENGAN UU NO. 25 TAHUN 1999

Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah menuju kemandirian lokal, maka di dalam upaya mereform perundang-undangan tentang otonomi daerah dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, telah membawa nuansa dan paradigma baru yang jauh berbeda dengan Undang-Undang sebelumnya. Dengan demikian diperlukan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu menyelenggarakan otonomi daerahnya, terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.
Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijaksanaan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara.
Sumber pembiayaan dalam rangka perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Sumber pembiayaan penyelenggaraan otonomi daerah seperti yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 pasal 79 telah memberikan landasan yuridis tentang pemberian sumber pendapatan daerah dapat dibagi kedalam 4 golongan , yaitu :

1)      Pendapatan Asli Daerah, yaitu :
(a)    Hasil pajak daerah
(b)   Hasil retribusi daerah
(c)    Hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan   daerah yang dipisahkan, dan
(d)   Lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah.

2)      Dana perimbangan

3)      Pinjaman Daerah, dan

4)      Lain-lain pendapatan Daerah yang sah.(Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 pasal 79).

1.   Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber-sumber yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri atas hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan ditindaklanjuti peraturan pelaksanaannya yaitu PP Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.
Untuk mendorong efisiensi, maka Undang-Undang mengenai pajak dan retribusi ini (dikenal sebagai Undang-Undang PDRB) memberikan suatu penyederhanaan atas banyaknya jenis pajak dan retribusi di masa lalu yang cenderung mengakibatkan timbulnya biaya ekonomi yang tinggi. Berdasarkan Undang-Undang ini, jumlah pajak dan retribusi daerah relatif  berkurang.
Untuk mengantisipasi desentralisasi dan proses otonomi daerah, tampaknya Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih belum diandalkan oleh daerah sebagai sumber pembiayaan desentralisasi dikarenakan beberapa hal sebagai berikut :

a)   Relatif rendahnya basis pajak/retribusi daerah;
b)   Peranannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah;
c)   Kemampuan perencanaan dan administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah sehingga cenderung pemungutan pajak dibebani oleh biaya pungut yang besar.
d) Pengawasan keuangan yang lemah yang mengakibatkan penerimaan daerah mengalami kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah.

2.       Dana Perimbangan

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaana APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Besarnya jumlah dana perimbangan ini ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN.
Hal ini sejalan dengan tujuan pokok dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah,   yaitu memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah ; menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif, bertanggung jawab, dan berupaya mewuijudkan sistem perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang mencerminkan pembagian tugas kewenangan dan tanggung jawab yang jelas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mendukung pelaksanaan otonomi daerah, mengurangi kesenjangan antara daerah dalam kemampuannya untuk membiayai tanggungjawab otonominya, dan memberikan kepastian sumber keuangan daerah yang berasal dari wilayah daerah yang bersangkutan.
Menyangkut soal dana perimbangan, ditetapkan atas dasar perhitungan prosentase tertentu dari seluruh realisasi penerimaan dalam negeri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 pasal 80, dana perimbangan terdiri dari :

Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea  perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumber  daya alam;
Dana Alokasi Umum; dan
Dana Alokasi Khusus.


a).  Bagi Hasil Penerimaan Negara

Bagi hasil penerimaan negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan penerimaan dari sumber daya alam.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan Pajak yang dikenakan atas Bumi dan Bangunan. Subjek pajak dalam PBB adalah orang atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan. Yang menjadi objek pajaknya adalah Bumi dan/atau bangunan. Pengertian Bumi adalah permukaan dan tubuh bumi yang ada dibawahnya, sedangkan Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
Penerimaan Negara dari Pajak Bumi dan Bangunan dibagi dalam imbangan 10 % (sepuluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 90 % (sembilan puluh persen) untuk Daerah. Selanjutnya 10 % (sepuluh persen) penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan bagian pemerintah pusat sebagaimana pembagian diatas dibagikan kepada seluruh Kabupaten dan Kota.
Alokasi pembagian ini didasarkan atas realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan tahun anggaran berjalan. Besarnya alokasi pembagian tersebut diatur sebagai berikut : Bahwa 65 % (enam puluh lima persen) dibagikan secara merata dengan porsi yang sama besar kepada seluruh Kabupaten dan Kota, kemudian 35 % (tiga puluh lima persen) dibagikan sebagai insentif kepada Kabupaten dan Kota yang realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pedesaan dan perkotaan berhasil melampaui rencana penerimaan yang telah ditetapkan pada Tahun Anggaran sebelumnya.

Bea perolehyan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Tarif pajaknya adalah 5 % dari dasar pengenaan pajak yaitu Nilai Perolehan Objek Pajak. Perolehan hak atas tanah dan bangunan merupakan perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan.
Kemudian Penerimaan Negara dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dibagi dengan imbangan 20 % (dua puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 80 % (delapan puluh persen) untuk Daerah. Selanjutnya bagian Daerah dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebesar 80 % di atas di bagi untuk daerah dengahn rincian bahwa 16 % (enam belas persen) untuk daerah Provinsi yang bersangkutan disalurkan ke rekening Kas Daerah Provinsi, dan 64 % (enam puluh empat persen) untuk Daerah Kabupaten/Kota penghasil dan disalurkan ke rekening Kas Daerah Kabupaten/Kota.
Kemudian yang menjadi bagian dari Pemerintah Pusat dibagikan kepada seluruh Kabupaten dan Kota untuk pemerataan 10 % (sepuluh persen) dari penerimaan PBB dan 20 % (dua puluh persen) dari BPHTB.

Selanjutnya yang dimaksud dengan Bagian Daerah dari penerimaan sumber daya alam adalah bagian daerah dari penerimaan negara yang berasal dari pengtelolaan sumber daya alam, antara lain di bidang pertambangan umum, pertambangan minyak dan gas bumi, kehutanan, dan perikanan. Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20 % (dua puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 80 % (delapan puluh persen) untuk Daerah.
Sedangkan Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan sebagai berikut :
a)      Penerimaan negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 85 % (delapan puluh lima persen) untuk Pemerintah Pusat dan 15 % (lima belas persen) untuk Daerah.

b)      Penerimaan Negara dari pertambangan gas alam yang berasal dari wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 70 % (tujuh puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 15 % (lima belas persen) untuk Daerah.


Bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam dari sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor perikanan yang diterima dari Pemerintah Pusat ditetapkan sebagai berikut :
1)      Sektor Kehutanan dibagi sebagai berikut :
a)      80 % (delapan puluh persen) dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan dibagi dengan perincian :
(a)    Bagian Provinsi sebesar 16 % (enam belas persen);
(b)   Bagian Kabupaten/Kota penghasil sebesar 64 % (enam puluh empat persen).
b)      80 % (delapan puluh persen) dari penerimaan Provinsi Sumber Daya Hutan di bagi dengan perincian :
(a)    Bagian Provinsi sebesar 16 % (enam belas persen);
(b)   Bagian Kabupaten/Kota penghasil sebesar 32 % (tiga puluh dua persen);
(c)    Bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan sebesar 32 % (tiga puluh dua persen).


2)      Sektor Pertambangan Umum dibagi sebagai berikut :
a)      80 % (delapan puluh persen) dari penerimaan Iuran Tetap (Land-rent) di bagi dengan perincian :
(a)    Bagian Provinsi sebesar 16 % (enam belas persen)
(b)   Bagian Kabupaten/Kota penghasil sebesar 64 % (enam puluh empat persen).
b)      80 % (delapan puluh persen) dari penerimaan Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (royalty) dibagi dengan perincian :
(a)    Bagian Provinsi sebesar 16 % (enam belas persen);
(b)   Bagian Kabupaten/Kota penghasil sebesar 32 % (tiga puluh dua persen);
(c)    Bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan sebesar 32 % (tiga puluh dua persen).

3)      Sektor Perikanan
Sebanyak 80 % (delapan puluh persen) dari Pungutan Pengusahaan Perikanan dan Pungutan Hasil Perikanan dibagikan secara merata kepada seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia.
Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor perikanan terdiri dari :
a.       Penerimaan Pungutan Pengusahaan Perikanan
b.      Penerimaan Pungutan Hasil Perikanan
Bagian Daerah yang berasal dari penerimaan Pertambangan Minyak Bumi diperinci sebagai berikut.
a)      Bagian Provinsi yang bersangkutan sebesar 3 % (tiga persen);
b)      Bagian Kabupaten/Kota penghasil sebesar 6 % (enam persen);
c)      Bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan sebesar 6 % (enam persen).
Bagian Daerah yang berasal dari penerimaan Pertambangan Gas Alam dibagi dengan perincian sebagai berikut :
a)      Bagian Provinsi yang bersangkutan sebesar 6 % (enam persen);
b)      Bagian Kabupaten/Kota penghasil sebesar 12 % (dua belas persen);
c)      Bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan sebesar 12 % (dua belas persen).
Lebih jauh pengaturan kedua sumber Penerimaan Negara ini yang menjadi porsi Pemerintah Pusat dibagikan kepada seluruh Kabupaten dan Kota. Dengan perkataan lain bahwa secara nominal kedua sumber penerimaan ini seluruhnya milik daerah, walaupun ada intervensi Pemerintah Pusat dalam skala yang relatif kecil sebagai penyangga keseimbangan penerimaan antar daerah.


Sumber penerimaan daerah dari bagi hasil memang secara explisit telah ditujukan gambaran nominalnya dalam bentuk persentase. Berdasarkan rumusan yang demikian posisi masing-masing daerah otonom sebetulnya pada pengkajian terukur terhadap sumber-sumber penerimaan. Melalui gambaran demikian, paling tidak setelah diberlakukannya Undang-Undang secara langsung dapat terdeteksi konstribusi penerimaan daerah otonom dari sumber-sumber ini dalam konteks fiskal daerah. Lebih jauh yang menjadi pertanyaan adalah melalui prinsip alokasi dana berdasarkan daerah penghasil seperti itu tentu akan sangat bervariatif dampaknya kepada masing-masing daerah otonom. Daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang signifikan seperti Kalimantan Timur, Riau, Irian Jaya, Aceh, dan lainnya tentu akan memiliki alokasi yang besar yang memang telah dijaminkan dalam Undang-Undang persentase keberadaannya. Bagi daerah yang “kurang” potensi sumber daya alam memang akan berdampak cukup serius pada posisi fiskal daerah, khususnya dari sisi penerimaan (revenue side-nya). Melalui Undanag-Undang Nomor 25 Tahun 1999, kondisi yang demikian akan dikompensasi melalui dana perimbangan yang berupa alokasi umum, disamping juga dana alokasi khusus.


REFERENSI:
https://syulhadi.wordpress.com/my-document/umum/ilmu-politik/otonomi/implementasipelaksanaan-otonomi-daerah-di-indonesia/
https://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-otonomi-daerah-makalah.html

POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL

Pengertian Politik Nasional

Kata “Politik” secara ilmu etimologis berasal dari bahasa Yunani Politeia, yang asal katanya adalah polis berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, dan teia berarti urusan . Dalam bahasa Indonesia , politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa . Politik merupakan rangkaian asas, prinsip, keadaaan, jalan, cara dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang kita kehendaki . Politics dan policy mempunyai hubungan yang erat dan timbal balik . Politics memberikan asas, jalan, arah, dan medannya , sedangkan policy memberikan pertimbangan cara pelaksanaan asas, jalan, dan arah tersebut sebaik-baiknya . Dapat disimpulkan bahwa politik adalah bermacam-macam kegiatan yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem negara dan upaya-upaya dalam mewujudkan tujuan itu , pengambilan keputusan (decisionmaking) mengenai seleksi antara  beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah ditentukan . Untuk melaksanakan tujuan itu diperlukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi dari sumber-sumber yang ada .Politik secara umum adalah mengenai proses penentuan tujuan negara dan cara melaksanakannya . Pelaksanaan tujuan itu memerlukan kebijakan-kebijakan umum (public  policies) yang menyangkut pengaturan , pembagian , atau alokasi sumber-sumber yang ada. Dengan begitu , politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan negara, kekuasaan,  pengambilan keputusan , kebijakan umum (policy), dan distribusi kekuasaan.

a.       Negara
Negara merupakan suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya.

b.       Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginannya.

c.       Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah aspek utama politik. &adi, politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum . Keputusan yang diambil menyangkut sector public dari suatu negara .

d.       Kebijakan umum
Kebijakan (policy) merupakan suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang atau kelompok politik dalam memilih tujuan dan cara mencapai tujuan itu . Dasar pemikirannya adalah bahwa masyarakat memiliki beberapa tujuan bersama yang ingin dicapai secara bersama  pula , sehingga perlu ada rencana yang mengikat yang dirumuskan dalan kebijakan-kebijakan oleh pihak yang berwenang .

e.       Distribusi
Yang dimaksud dengan distribusi ialah pembagian dan pengalokasian nilai-nilai (values) dalam masyarakat . Nilai adalah sesuatu yang diinginkan dan penting .

Pengertian Strategi dan Strategi Nasional

Strategi berasal dari bahasa Yunani strategia yang diartikan sebagai “the art of the general” atau seni seorang panglima yang biasanya digunakan dalam peperangan . Karl berpendapat bahwa strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan peperangan . Sedangkan perang itu sendiri merupakan kelanjutan dari politik . Dalam pengertian umum, strategi adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau pencapaian tujuan . Dengan demikian , strategi tidak hanya menjadi monopoli para jendral atau bidang militer, tetapi telah meluas ke segala bidang kehidupan. Politik nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional . Dengan demikian definisi politik nasional adalah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan negara tentang pembinaan, perencanaan, pengembangan,  pemeliharaan, dan pengendalian serta penggunaan kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional . Sedangkan strategi nasional adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional


PENYUSUNAN POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL

Penyusunan politik dan strategi nasional perlu memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam sistem manajemen nasional yang berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional . Politik dan strategi nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraaan menurut UUD 1945 . sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat yang mengatakan bahwa jajaran pemerintah dan lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 merupakan “suprastruktur politik” .  Lebaga-lembaga tersebut adalah MPR, DPR, Presiden, DPA, BPK, MA . Sedangkan badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai “infrastruktur politik”, yang mencakup pranata politik yang ada dalam masyarakat, seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan (interest group), dan kelompok penekan (pressure group) . Suprastruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang . Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politik diatur oleh presiden/mandataris MPR . Sedangkan proses penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politk dilakukan setelah presiden menerima GBHN .Strategi nasional dilaksanakan oleh para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non departemen berdasarkan petunjuk presiden, yang dilaksanakan oleh presiden sesungguhnya merupakan politik dan strategi nasional yang bersifat pelaksanaan . Salah satu wujud pengapilikasian politik dan strategi nasional dalam pemerintahan adalah sebagai berikut :

Otonomi Daerah

      Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan salah satu wujud politik dan strategi nasional secara teoritis telah memberikan dua bentuk otonomi kepada dua daerah, yaitu otonomi terbatas bagi daerah propinsi dan otonomi luas bagi daerah Kabupaten/Kota. Perbedaan Undang-undang yang lama dan yang baru ialah:
1. Undang-undang yang lama, titik pandang kewenangannya dimulai dari pusat (central government looking).
2. Undang-undang yang baru, titik pandang kewenangannya dimulai dari daerah (local government looking).


Kewenangan Daerah

1. Dengan berlakunya UU No. 22 tahun 1999tenang Otonomi Daerah, kewenagan daerah mencakup seluruh kewenangan bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.

2. Kewenagnan bidang lain, meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro.

3. Bentuk dan susunan pemerintahan daerah,

a. DPRD sebagai badan legislatif daerah dan pemerintah daerah sebagai eksekutif daerah dibentuk di daerah.
b. DPRD sebagai lwmbaga perwakilan rakyat di daerah merupakan wahanauntukmelaksanakan demokrasi

·       Memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota.
·       Memilih anggota Majelis Permusawartan Prakyat dari urusan Daerah.
·       Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/ Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota.
·       Membentuk peraturan daerah bersama gubernur, Bupati atas Wali Kota.
·       Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bersama gubernur, Bupati, Walikota.
·       Mengawasi pelaksanaan keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota, pelaksanaan APBD, kebijakan daerah, pelaksanaan kerja sama internasional di daerah, dan menampung serta menindak-lanjuti aspirasi daerah dan masyarakat.


STRATIFIKASI POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL

Stratifikasi berasal dari kata statum yang berarti lapisan. Stratifikasi adalah pembedaan suatu unsur berdasarkan kriterianya ke dalam kelas-kelas tertentu.Sedangkan politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang melaksanakan proses pembuatan keputusan demi kebaikan dalam suatu negara. Pengertian lainnya, politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara kosntitusional maupun nonkonstutisional.Dalam arti kepentingan umum politik adalah segala usaha untuk kepentingan umum, baik yang berada dibawah kekuasaan negara di pusat maupun di daerah, dalam kata lain politik adalah suatu rangkaian azas/prinsip, keadaan serta jalan, cara dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai dengan jalan, cara dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai keadaan yang kita inginkan.Dalam arti kebijaksanaan politik adalah mempertimbagkan sesuatu yang yang dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita/keinginan atau keadaan yang kita kehendaki.

        Strategi adalah seni untuk menjalankan suatu proses demi mencapai keberhasilan dan kemenangan. Strategi dapat dicapai melalui taktik. Namun, tanpa strategi, taktik tidak ada gunanya.Dapat disimpulkan bahwa stratifikasi politik dan strategi nasional (polstranas) adalah pembagian kekuasaan  dalam pengambilan suatu keputusan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk kepentingan umum disuatu negara berdasarkan kriterianya masing-masing ke dalam kelas-kelas tertentu demi mencapai kemenangan negara.Stratifikasi politik dan strategi nasional dan daerah dalam negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Tingkat penentu kebijakan puncak.

     Meliputi kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan mencakup penentuan UUD. Menitikberatkan pada masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan idaman nasional berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan tingkat puncak dilakukan oleh MPR. Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum pada pasal 10 sampai 15 UUD 1945, tingkat penentu kebijakan puncaktermasuk kewenangan Presiden sebagai kepala negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang ditentukanoleh kepala negata dapat berupa dekrit, peraturan ataupiagam kepala negara.

2. Tingkat kebijakan umum

     Merupakan tingkat kebijakan dibawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya menyeluruh nasional dan berisi mengenai masalah-masalah makro strategi guna mencapai idaman nasional dalam situasi dan kondisi tertentu.

3. Tingkat penentu kebijakan khusus

Merupakan kebijakan terhadap suatu bidang utama pemerintah. Kebijakan ini adalah penjabaran kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang tersebut. Wewenang kebijakan khusus ini berada ditangan menteri berdasarkan kebijakan tingkat diatasnya.

4. Tingkat penentu kebijakan teknis

     Kebijakan teknis meliputi kebijakan dalam satu sektor dari bidang utama dalam bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan.

5. Tingkat penentu kebijakan di Daerah

     Wewenang penentuan pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat di Daerah terletak pada Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat didaerahnya masing-masing. Kepala daerah berwenang mengeluarkan kebijakan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Kebijakan tersebut berbentuk Peraturan Daerah (Perda) tingkat I atau II. Menurut kebijakan yang berlaku sekarang, jabatan gubernur dan bupati atau walikota dan kepala daerah tingkat I atau II disatukan dalam satu jabatan yang disebut Gubernur/KepalaDaerah tingkat I, Bupati/KepalaDaerah tingkat II atau Walikota/Kepala Daerah tingkat II.

Strategi pembangunan Indonesia adalah membangun Indonesia dalam segala aspek kehidupan sesuai yang diamankan salam UUD 45 meliputi :

·       Pemenuhan hak-hak dasar rakyat
·       Penciptaan landasan pembangunan yang kokoh
·       Menjunjung tinggi nilai luhur
·       Mentiadakan UU yang bersifat diskriminatif
·       Bhineka Tunggal Ika

Polstranas yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraan menurut UUD 1945. Jajaran pemerintah dan lembaga-lembaga yang ada disebut sebagai suprastruktur politik,yaitu MPR, DPR, Presiden, DPA, BPK, dan MA. Badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai infrastruktur politik, mencakup pranata-pranata politik yang ada dalam masyarakat, seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan (interest group), & kelompok penekan (pressure group).Suprastruktur politik dan infrastruktur politik harus dapat bekerjasama dan memiliki kekuatan yang seimbang.


POLITIK PEMBANGUNAN NASIONAL DAN MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL

Politik dan strategi nasional dalam aturan ketatanegaraan selama ini dituangkan dalam bentuk GBHN yang ditetapkan oleh mpr, selanjutnya pelaksanaannya dilaksanakan oleh presiden/mandataris MPR. Gbhn pada dasarnya merupakan haluan negara tentang pembangunan nasional yang ditetapkan setiap lima tahun dengan mempertimbangkan perkembangan dan tingkat kemajuan kehidupan rakyat dan bangsa indonesia, dan dalam pelaksanaannya dituangkan dalam pokok-pokok kebijaksanaan pelaksanaan pembangunan nasional yang ditentukan oleh presiden sebagai mandataris mpr dengan mendengarkan dan memperhatikan sungguh-sungguh pendapat dari lembaga tinggi negara lainnya, terutama dpr. Kebijaksanaan yang telah mendapat persetujuan dari lembaga tinggi negara, khususnya dpr adalah merupakan politik pemerintah dengan demikian politik pemerintah tidak menyalahi jiwa demokrasi dan tetap berpedoman kepada ketetapan mpr. Politik pembangunan sebagai pedoman dalam pembangunan nasional memerlukan adanya tat nilai, struktur dan proses yang merupakan himpunan usaha untuk mencapai efisiensi, daya guna dan hasil guna sebesar mungkin dalam penggunaan sumber dana dan daya nasional. Guna mewujudkan tujuan nasional, untuk itu diperlukan sistem manajemen nasional. Sistem manajemen nasional adalah suatu sistem yang berfungsi memadukan penyelenggaraan siklus kegiatan berupa perumusan kebijaksanaan, pelaksanaan kebijaksanaan, dan pengendalian pelaksanaannya. Sistem manajemen nasional berfungsi memadukan keseluruhan upaya manajerial yang berintikan tatanan pengambilan keputusan berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan ketertiban sosial, ketertiban politik dan ketertiban administrasi.


Makna pembangunan nasional

Pembangunan nasional merupakan usaha meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Dalam pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, dan kukuh kekuatan moral dan etikanya. Tujuan pembangunan nasional adalah sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa dan dalam pelaksanaannya bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja tetapi juga merupakan tanggung jawab seluruh rakyat indonesia. Maksudnya adalah setiap warga negara indonesia harus ikut serta dan berperan dalam melaksanakan pembangunan sesuai dengan profesi dan kemampuan masing-masing. Dalam melaksanakan pembangunan nasional yang dibangun mencakup hal yang bersifat lahiriah maupun batiniah yang selaras, serasi dan seimbang. Itulah sebabnya pembangunan nasional yang dilaksanakan bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat indonesia yang seutuhnya yaitu sejahtera lahir dan batin. Pembangunan yang bersifat lahiriah dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup fisik manusia, misalnya sandang, pangan, perumahan, pabrik, gedung perkantoran, pengairan, sarana dan prasarana transportasi, sarana dan prasarana olah raga dan sebagainya. Sedangkan pembangunan yang bersifat batiniah misalnya pembangunan sarana dan prasarana : ibadah, pendidikan, rekreasi dan hiburan, kesehatan dan sebagainya. Bagaimana proses pembangunan nasional itu berlangsung, ,maka harus dipahami manajemen nasional yang terangkai dalam sebuah sistem manajemen nasional.


Manajemen nasional

Manajemen nasional pada dasarnya merupakan sebuah sistem, oleh karenanya lebih tepat jika kita menggunakan istilah “sistem manajemen nasional”. Layaknya sebuah sistem, maka pembahasannya bersifat “komprehensif-strategis-integral” sehingga orientasinya adalah kepada penemuan dan pengenalan (identifikasi) faktor-faktor strategis secara menyeluruh dan terpadu. Dengan demikian dapat merupakan kerangka dasar, landasan, pedoman dan sarana bagi perkembangan proses pengetahuan (learning proses) maupun bagi penyempurnaan fungsi penyelenggaraan pemerintahan, baik yang bersifat umum maupun pembangunan. Pada dasarnya sistem manajemen nasional merupakan : suatu perpaduan dari tata nilai, struktur dan proses yang merupakan himpunan usaha untuk mencapai kehematan, daya guna dan hasil guna sebesar mungkin dalam menggunakan sumber dana dan daya nasional untuk mencapai tujuan nasional. Proses penyelenggaraan secara serasi dan terpadu meliputi berbagai siklus kegiatan berupa “perumusan kebijaksanaan (policy formulation), pelaksanaan kebijaksanaan (policy implementation) dan penilaian hasil kebijaksanaan (policy evaluation) terhadap berbagai kebijaksanaan nasional. Jika lebih disederhanakan lagi, dalam sebuah sistem sekurang-kurangnya harus dapat menjelaskan tentang unsur, struktur, proses , fungsi serta lingkungan yang mempengaruhinya.


Unsur, struktur dan proses

Secara sederhana unsur-unsur utama sistem manajemen nasional dalam bidang ketatanegaraan meliputi :

·       Negara sebagai “organisasi kekuasaan” yang mempunyai hak dan peranan terhadap pemilikan, pengaturan, dan pelayanan yang diperlukan dalam rangka usaha mewujudkan cita-cita bangsa, termasuk usaha produksi dan distribusi barang dan jasa bagi kepentingan masyarakat umum (public goods and services).
·       Bangsa indonesia sebagai unsur “pemilik negara” berperan untuk menentukan sistem nilai dan arah/haluan/kebijaksanaan negara yang digunakan sebagai landasan dan pedoman bagi penyelenggaraan fungsi-fungsi negara.
·       Pemerintah sebagai unsur”manajer atau penguasa” berperan dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan umum dan pembangunan ke arah cita-cita bangsa dan kelangsungan serta pertumbuhan negara.
·       Masyarakat adalah unsur “penunjang dan pemakai” yang berperan baik sebagai kontributor, penerima dan konsumen bagi berbagai hasil kegiatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan tersebut di atas.

Sejalan dengan pokok pikiran tersebut di atas maka dilihat secara struktural unsur-unsur utama sismennas tersebut tersusun atas empat tatanan (“setting”) yang dilihat dari dalam ke luar adalah tata laksana pemerintahan (TLP), tata administrasi negara (TAN), tata politik nasional (TPN), tata kehidupan masyarakat (TKM). Tata laksana pemerintahan dan tata administrasi pemerintahan merupakan “tatanan dalam (inner setting)” dari sistem manajemen nasional (sismennas), yang merupakan faktor lingkungan sebagai sumber aspirasi dan kepentingan rakyat serta sumber kepemimpinan nasional, maupun sebagai penerima hasil-hasil keluaran sismennas. Secara proses sismennas berpusat kepada suatu rangkaian pengambilan keputusan yang berkewenangan, yang terjadi pada tatanan dalam tan dan tlp. Kata berkewenangan disini mempunyai konotasi bahwa keputusan-keputusan yang diambil adalah didasarkan atas kewenangan yang dimiliki si pemutus berdasarkan hukum. Maka dari itu keputusan-keputusan itu bersifat mengikat dan dapat dipaksakan (compulsory) dengan sanksi-sanksi ataupun berisikan insentif dan disinsentif tertentu yang ditujukan kepada seluruh anggota masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu tatanan dalam (TAN+TLP) merupakan tatanan yang dapat disebut tatanan pengambilan berkewenangan (TPKB). Untuk penyelenggaraan TPKB diperlukan proses arus masuk, yang dimulai dari tkm lewat TPN, sebagai masukan dari lingkungan sismennas. Aspirasi dari tkm dapat berasal dari rakyat, baik secara individu ataupun melalui organisasi kemasyarakatan, partai politik, kelompok penekan, organisasi penekan, organisasi kepentingan maupun pers. Masukan ini berintikan kepentingan rakyat.

Rangkaian kegiatan dalam tpkb menghasilkan berbagai keputusan yang terhimpun dalam proses arus keluar yang selanjutnya disalurkan ke tpn dan tkm. Arus keluar ini pada dasarnya merupakan tanggapan pemerintah terhadap berbagai tuntutan, tantangan serta peluang dari lingkungannya. Keluaran tersebut pada umumnya berupa berbagai kebijaksanaan yang lazimnya dituangkan ke dalam berbagai bentuk (hirarki) perundangan/peraturan tertentu, sesuai dengan sifat permasalahan dan klasifikasi kebijaksanaan serta instansi atau pejabat yang mengeluarkan. Dalam pada itu terdapat suatu proses umpan balik sebagai bagian dari siklus kegiatan fungsional sismennas yang menhubungkan arus keluar dengan arus masuk maupun dengan tatanan pengambilan keputusan berkewenangan (TPKB). Dengan demikian maka secara prosedural sismennas merupakan suatu siklus tak terputus secara berkesinambungan.


Fungsi sistem manajemen nasional

Makna fungsi disini dihubungkan dengan pengaruh, efek atau akibat sebagai hasil terselenggaranya sekelompok kegiatan terpadu pada organisasi atau sistem, dalam rangka pembenahan (adaptasi) dan penyesuaian (adjustment) organisasi atau sistem itu dengan tata lingkungannya untuk memelihara kelangsungan hidup dan mencapai tujuan-tujuannya. Maka dalam rangka proses melaraskan diri serta pengaruh mempengaruhi dengan lingkungannya itu fungsi pokok sismennas adalah “pemasyarakatan politik”. Hal ini berarti bahwa segenap usaha dan kegiatan sismennas diarahkan kepada penjaminan hak dan penertiban kewajiban rakyat. Hak rakyat pada pokoknya adalah berupa terpenuhinya berbagai kepentingan dan kewajiban rakyat pada pokoknya adalah berupa keikutsertaan dan tanggung jawab bagi terbentuknya suatu suasana (situasi) dan kondisi kewarganegaraan yang baik, dimana setiap wni terdorong untuk setia kepada negara dan patuh serta taat kepada falsafah serta peraturan perundangan, demi terpelihara dan terjaminnya suatu tertib hidup bersama. Dalam proses arus masuk terdapat dua fungsi yaitu : “pengenalan kepentingan” dan “pemilihan kepemimpinan”. Fungsi pengenalan kepentingan adalah untuk menemukan dan mengenali serta merumuskan berbagai permasalahan dan kebutuhan rakyat yang terdapat pada struktur tata kehidupan masyarakat (TKM).

Di dalam tata politik nasional (TPN) permasalahan dan kebutuhan tersebut diolah dan dijabarkan sebagai kepentingan nasional. Fungsi pemilihan kepemimpinan berperan untuk memberikan masukan tentang tersedianya orang-orang berkualitas guna menempati berbagai kedudukan dan jabatan tertentu untuk menyelenggarakan berbagai tugas dan pekerjaan dalam rangka TPKB. Pada tatanan pengambilan keputusan berkewenangan (TPKB) yang merupakan inti sismennas terselenggara fungsi-fungsi yang mentransformasikan kepentingan kemasyarakatan maupun kebangsaan yang bersifat politis, kedalam bentuk-bentuk administratif untuk memudahkan pelaksanaan serta meningkatkan daya guna dan hasil gunanya. Fungsi-fungsi tersebut adalah :

·       Perencanaan, sebagai rintisan dan persiapan sebelum pelaksanaan, sesuai kebijaksanaan yang dirumuskan.
·       Pengendalian, sebagai pengarahan, bimbingan dan koordinasi selama pelaksanaan.
·       Penilaian, untuk memperbandingkan hasil pelaksanaan dengan keinginan setelah pelaksanaan selesai.

Ketiga fungsi TPKB ( tatanan pengambilan keputusan berkewenangan ) tersebut merupakan proses pengelolaan lebih lanjut secara strategis, manajerial dan operasional terhadap berbagai keputusan kebijaksanaan sebagai hasil fungsi-fungsi yang dikemukakan sebelumnya, yaitu fungsi pengenalan kepentingan dan fungsi pemilihan kepemimpinan yang dengan demikian ditransformasikan dari yang bersifat masukan politik hingga akhirnya menjadi tindakan administratif. Pada aspek arus keluar maka secara fungsional sismennas diharapkan untuk menghasilkan :

·       Aturan, norma, patokan, pedoman dan sebagainya yang secara singkat dapat disebut kebijaksanaan umum (public policy).
·       Penyelenggaraan, penerapan, penegakan, ataupun pelaksanaan berbagai kebijaksanaan nasional yang lazimnya dijabarkan dalam sejumlah program dan berbagai kegiatan.
·       Penyelesaian segala macam perselisihan, pelanggaran, dan penyelewengan yang timbul sehubungan dengan kebijaksanaan umum serta program tersebut dalam rangka pemeliharaan tertib hukum.

Berdasarkan ungkapan tersebut di atas, maka secara fungsional dapat dikatakan bahwa pada arus keluar sismennas terdapat tiga fungsi utama :

·       Pembuatan aturan (rule making).
·       Penerapan aturan (rule aplication).
·       Penghakiman aturan (rule adjudication), yang berarti penyelesaian perselisihan berdasarkan penentuan kebenaran peraturan yang berlaku.





REFERENSI:

-https://nurendrayani.wordpress.com/2015/05/30/pendidikan-kewarganegaraan-bab-12-penyusunan-politik-dan-strategi-nasional-stratifikasi-politik-pembangunan-dan-manajemen-nasional/

-https://www.academia.edu/12602519/Pengertian_Politik_Dan_Strategi_Nasional