Secara umum Substansi Pertanahan
diatur melalui satu Undang-Undang Pokok, yaitu UU No. 5 / 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ( UUPA ) yang merupakan hukum dasar
pertanahan, yang mengatur masalah pokok keagrariaan Indonesia secara garis
besar. Sedangkan pelaksanaannya lebih lanjut diatur kembali melalui Undang -
Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan perundangan lainnya. Adapun maksud
pemberlakuan UUPA adalah dalam rangka untuk :
• Meletakkan dasar - dasar bagi
penyusunan hukum agraria nasional yang merupakan alat untuk membawakan
kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat
tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
• Meletakkan dasar - dasar untuk
mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum, dalam hukum pertanahan.
• Meletakkan dasar - dasar untuk
memberikan kepastian hukum mengenai hak - hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya
Dalam hal pelaksanaan upaya
peletakan dasar - dasar pemberian kepastian hukum atas hak - hak tanah rakyat,
yang dikaitkan dengan hukum privat, yaitu kepemilikan tanah pribadi ( Orang dan
Badan Hukum ). UUPA dan PP No. 24 / 1997 ( tentang Pendaftaran Tanah )
memberikan janji manis kepada masyarakat pemegang hak atas tanah, yaitu adanya
jaminan kepastian dan perlindungan hukum, sebagaimana dalam :
1. Pasal 19 ayat 1 UUPA, yang
menegaskan bahwa : " Untuk menjamin kepastian hukum, oleh Pemerintah
diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah ".
2. Pasal 19 ayat 2 c UUPA
menegaskan bahwa setelah bidang tanah itu didaftar, Pemerintah kemudian
menerbitkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat atas kepemilikan tanah.
3. Pasal 1 angka 11 dan Pasal 32
ayat 1 PP No. 24 / 1997, menegaskan bahwa Sertifikat adalah tanda bukti hak,
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 ayat 2 c UUPA, yang berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat atas kepemilikan tanah.
4. Pasal 3 dan 4 PP No. 2 / 1997,
menegaskan bahwa Kepada masyarakat yang sudah mendaftarkan tanah miliknya,
diberikan sertifikat tanah, agar mereka dapat dengan mudah membuktikan diri
sebagai pemegang hak, dalam rangka untuk mendapatkan jaminan kepastian dan
perlindungan hukum.
Kepastian Hukum
Jaminan kepastian hukum hak atas
tanah adalah kepastian hukum yang tertuju pada kepemilikan tanah, sehingga
adanya kepastian hukum hak atas tanah akan memberikan kejelasan tentang :
1. Kepastian Subjek, yaitu
kepastian mengenai si Pemegang hak ( Pemilik tanah ),
2. Kepastian Objek, yaitu
kepastian mengenai Tanahnya, seperti : Letak, Bentuk, Luas, Batas - batas dan
lain sebagainya.
Kepastian terhadap kedua hal
tersebut diatas sangat besar artinya, terutama dalam kaitannya dengan
"lalu lintas hukum" karena dengan adanya kepastian hukum yang
sedemikian itu, maka pertanyaan - pertanyaan mengenai keberadaan suatu bidang
tanah dengan serta - merta akan terjawab secara otomatis.
Perlindungan Hukum
Isyarat mengenai jaminan
kepastian dan perlindungan hukum sebagaimana yang dijanjikan oleh UUPA dan PP
No. 24 / 1997, untuk selanjutnya di support oleh hukum positif lainnya, yang
memberikan janji perlindungan atas kepemilikan tanah dari berbagai tindak
kriminal, antara lain seperti :
A. KUHP ( Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana ) dalam beberapa pasalnya, antara
lain seperti berikut ini :
1. Pasal 167 ayat 1 menegaskan
bahwa " Barangsiapa memaksa masuk kedalam .................. pekarangan
orang lain dengan melawan hukum diancam dengan pidana penjara 9 bulan atau
denda ...... " .
2. Pasal 385 menegaskan bahwa
" Diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun, Pertama : Barangsiapa
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum
menjual, menukarkan, membebani dengan credietverband sesuatu hak tanah ........
orang lain, ........... . Kedua : Barangsiapa dengan maksud yang sama menjual,
menukarkan atau membebani dengan credietverband sesuatu hak tanah Indonesia
yang telah dibebani ............. tanpa memberitahukan ........ kepada pihak
yang lain. Ketiga : Barangsiapa dengan maksud yang sama mengadakan
credietverband mengenai sesuatu hak tanah Indonesia dengan menyembunyikan
kepada pihak lain, bahwa tanah yang berhubungan dengan hak tadi sudah
digadaikan. Keempat : Barangsiapa dengan maksud yang sama, menggadaikan atau
menyewakan tanah dengan hak Indonesia, padahal diketahui orang lain yang
mempunyai .......... hak atas tanah itu. Kelima : Barangsiapa dengan maksud
yang sama, menjual atau menukarkan tanah dengan hak Indonesia yang telah
digadaikan, padahal tidak diberitahukan kepada pihak lain, bahwa tanah itu
telah digadaikan. Keenam : Barangsiapa dengan maksud yang sama, menjual atau
menukarkan tanah dengan hak Indonesia oleh suatu masa, padahal diketahui bahwa
tanah itu telah disewakan kepada orang lain untuk masa itu ".
3. Pasal 389 menegaskan bahwa
" Barangsiapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum menghancurkan, memindahkan, membuang atau membikin tak
dapat dipakai sesuatu yang digunakan untuk menentukan batas pekarangan, diancam
dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan ".
4. Pasal 551 menegaskan bahwa
" Barangsiapa tanpa wenang berjalan atau berkendaraan diatas tanah yang
oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang memasukinya diancam dengan denda
........ ".
B. UU No. 51 Prp / 1960 (
Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya ) No.
Undang-Undang No. 1 / 1961, Pasal 6 ayat 1 menegaskan bahwa
" .......Maka dapat dipidana dengan hukuman kurungan selama - lamanya 3
bulan dan atau denda ......... :
1. Barangsiapa memakai tanah
tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, dengan ketentuan, bahwa jika
mengenai tanah-tanah perkebunan dan hutan dikecualikan ......
2. Barangsiapa mengganggu yang
berhak atau kuasanya yang sah dalam menggunakan haknya atas suatu bidang tanah.
3. Barangsiapa menyuruh,
mengajak, membujuk, atau menganjurkan dengan lisan atau tulisan untuk melakukan
perbuatan dimaksud ............ pasal ini.
4. Barangsiapa memberi bantuan
dengan cara apapun juga untuk melakukan perbuatan tersebut ......... pada pasal
ini ".
C. PP No. 24 / 1997 ( Tentang
Pendaftaran Tanah ) : Pasal 32 ayat 2
" Dalam hal suatu bidang
tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum
yang memperoleh tanah tersebut dengan itikat baik dan secara nyata
menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak
dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 tahun sejak
diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada
pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun
tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau
penerbitan sertifikat tersebut ".
Dari penegasan - penegasan
peraturan perundangan tersebut diatas, nampak jelas bahwa Sertifikat Tanah
adalah tanda bukti kepemilikan tanah yang bertujuan untuk memberikan jaminan
kepastian dan perlindungan hukum terhadap kepemilikan tanah
REFERENSI :
http://masyarakatadilindonesia.blogspot.co.id/2011/02/dasar-hukum-dan-perlindungan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar