v PENGERTIAN
KONSERVASI
Theodore Roosevelt (1902)
merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi.
Konservasi yang berasal dari kata conservation yang terdiri atas kata con
(together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian tentang upaya
memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana
(wise use).
Pada awalnya konsep konservasi
terbatas pada pelestarian bendabenda/monumen bersejarah (biasa disebut
preservasi). Namun konsep konservasi tersebut berkembang, sasarannya tidak
hanya mencakup monumen, bangunan atau benda bersejarah melainkan pada
lingkungan perkotaan yang memiliki nilai sejarah serta kelangkaan yang menjadi
dasar bagi suatu tindakan konservasi.
Menurut Sidharta dan Budihardjo
(1989), konservasi merupakan suatu upaya untuk melestarikan bangunan atau
lingkungan, mengatur penggunaan serta arah perkembangannya sesuai dengan
kebutuhan saat ini dan masa mendatang sedemikian rupa sehingga makna
kulturalnya akan dapat tetap terpelihara.
Menurut Danisworo (1991),
konservasi merupakan upaya memelihara suatu tempat berupa lahan, kawasan, gedung
maupun kelompok gedung termasuk lingkungannya. Di samping itu, tempat yang
dikonservasi akan menampilkan makna dari sisi sejarah, budaya, tradisi,
keindahan, sosial, ekonomi, fungsional, iklim maupun fisik (Danisworo, 1992).
Dari aspek proses disain perkotaan (Shirvani, 1985), konservasi harus
memproteksi keberadaan lingkungan dan ruang kota yang merupakan tempat bangunan
atau kawasan bersejarah dan juga aktivitasnya.
Konservasi dengan demikian
sebenarnya merupakan pula upaya preservasi namun dengan tetap memanfaatkan
kegunaan dari suatu tempat untuk menampung/memberi wadah bagi kegiatan yang
sama seperti kegiatan asalnya atau bagi kegiatan yang sama sekali baru sehingga
dapat membiayai sendiri kelangsungan eksistensinya. Dengan kata lain konservasi
suatu tempat merupakan suatu proses daur ulang dari sumber daya tempat
tersebut.
v JENIS –
JENIS KONSERVASI
Dalam pelaksanaan konservasi
terhadap kawasan/ bangunan cagar budaya, maka ada tindakan-tindakan khusus yang
harus dilakukan dalam setiap penanganannya (Burra Charter, 1999), antara lain:
- Konservasi yaitu semua kegiatan
pemeliharaan suatu tempat sedemikian rupa sehingga mempertahankan nilai
kulturalnya
- Preservasi adalah mempertahankan bahan
dan tempat dalam kondisi eksisting dan memperlambat pelapukan
- Restorasi / Rehabilitasi adalah upaya
mengembalikan kondisi fisik bangunan seperti sediakala dengan membuang
elemen-elemen tambahan serta memasang kembali elemen-elemen orisinil yang
telah hilang tanpa menambah bagian baru
- Rekonstruksi yaitu mengembalikan sebuah
tempat pada keadaan semula sebagaimana yang diketahui dengan menggunakan
bahan lama maupun bahan baru dan dibedakan dari restorasi
- Adaptasi / Revitalisasi adalah segala
upaya untuk mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang sesuai
- Demolisi adalah penghancuran atau
perombakan suatu bangunan yang sudah rusak atau membahayakan.
v TABEL JENIS
KEGIATAN DAN TINGKAT PERUBAHAN
No.
|
Jenis Kegiatan
|
Tingkat Perubahan
|
|||
Tidak Ada
|
Sedikit
|
Banyak
|
Total
|
||
1
|
Konservasi
|
v
|
v
|
v
|
v
|
2
|
Preservasi
|
v
|
–
|
–
|
–
|
3
|
Restorasi
|
–
|
v
|
v
|
–
|
4
|
Rekonstruksi
|
–
|
–
|
v
|
v
|
5
|
Adaptasi/
Revitalisasi
|
–
|
v
|
–
|
–
|
6
|
Demolisi
|
–
|
–
|
–
|
v
|
Danisworo (Konseptualisasi
Gagasan dan Upaya Penanganan Proyek Peremajaan Kota, ITB, 1988)
v TUJUAN
KONSERVASI
Menurut David Poinsett,
Preservation News (July, 1973. p5-7), keberadaan preservasi objek-objek
bersejarah biasanya mempunyai tujuan :
- Pendidikan
Peninggalan objek-objek
bersejarah berupa benda-benda tiga dimensi akan memberikan gambaran yang jelas
kepada manusia sekarang, tentang masa lalu, tidak hanya secara fisik bahkan
suasana dan semangat masa lalu.
- Rekreasi
Adalah suatu kesenangan
tersendiri dalam mengunjungi objek-objek bersejarah karena kita akan mendapat
gambaran bagaimana orang-orang terdahulu membentuk lingkungan binaan yang unik
dan berbeda dengan kita sekarang.
- Inspirasi
Patriotisme adalah semangat yang
bangkit dan tetap akan berkobar jika kita tetap mempertahankan hubungan kita
dengan masa lalu, siapa kita sebenarnya, bagaimana kita terbentuk sebagai suatu
bangsa dan apa tujuan mulia pendahulu kita. Preservasi objek bersejarah akan
membantu untuk tetap mempertahakan konsep-konsep tersebut.
- Eknomi
Pada masa kini objek-objek
bersejarah telah bernilai ekonomi dimana usahausaha untuk mempertahan bangunan
lama dengan mengganti fungsinya telah menjadi komoditas parawisata dan
perdagangan yang mendatangkan keuntungan.
v MANFAAT
KOBSERVASI
- Memperkaya pengalaman visual
- Memberi suasana permanen yang menyegarkan
- Memberi kemanan psikologis
- Mewariskan arsitektur
- Asset komersial dalam kegiatan wisata internasional
v SKALA/LINGKUP
KONSERVASI
- Lingkungan Alami (Natural Area)
- Kota dan Desa (Town and Village)
- Garis Cakrawala dan Koridor pandang (Skylines and
View Corridor)
- Kawasan (Districts)
- Wajah Jalan (Street-scapes)
- Bangunan (Buildings)
- Benda dan Penggalan (Object and Fragments)
v KRITERIA
KONSERVASI
- Estetika
- Kejamakan
- Kelangkaan
- Keistimewaan
- Peranan Sejarah
- Penguat Kawasan di Sekitarnya
v PERAN
ARSITEK DALAM KONSERVASI
Internal:
- Meningkatkan kesadaran di kalangan arsitek untuk
mencintai dan mau memelihara warisan budaya berupa kawasan dan bangunan
bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi.
- Meningkatkan kemampuan serta penguasaan teknis
terhadap jenis-jenis tindakan pemugaran kawasan atau bangunan, terutama
teknik adaptive reuse
- Melakukan penelitian serta dokumentasi atas kawasan
atau bangunan yang perlu dilestarikan.
Eksternal:
- Memberi masukan kepada Pemda mengenai
kawasan-kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan dari segi
arsitektur.
- Membantu Pemda dalam menyusun Rencana Tata Ruang
untuk keperluan pengembangan kawasan yang dilindungi (Urban Design
Guidelines)
- Membantu Pemda dalam menentukan fungsi atau
penggunaan baru bangunan-bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural
tinggi yang fungsinya sudah tidak sesuai lagi (misalnya bekas pabrik atau
gudang) serta mengusulkan bentuk konservasi arsitekturalnya.
- Memberikan contoh-contoh keberhasilan proyek
pemugaran yang dapat menumbuhkan keyakinan pengembang bahwa dengan
mempertahankan identitas kawasan/bangunan bersejarah, pengembangan akan
lebih memberikan daya tarik yang pada gilirannya akan lebih mendatangkan
keuntungan finansial.
v
JENIS KEGIATAN PELESTARIAN
Highfield (1987: 20-21) menjabarkan tingkat perubahan pada tindakan pelestarian dalam tujuh tingkatan, yakni;
- Perlindungan terhadap seluruh struktur bangunan,
beserta dengan subbagian-bagian penyusunnya, dan memperbaiki finishing
interior, utilitas bangunan, dan sarana-prasarana. Dalam tingkat
pelestarian yang paling rendah, perubahan yang memungkinkan terjadi adalah
perbaikan tangga eksisting untuk disesuaikan dengan kebutuhan lift,
penggunaan sistem penghawaan buatan sederhana yang dikombinasikan dengan
penghawaan alami;
- Perlindungan terhadap seluruh selubung eksterior
bangunan, termasuk atap dan sebagian besar interiornya, dengan perubahan
kecil pada struktur internal, dan memperbaiki finishing interior, utilitas
bangunan, dan sarana saniter. Perubahan struktural dapat melibatkan
demolisi beberapa subbagian interior, atau penambahan tangga baru, dan
apabila memungkinkan shaft lift;
- Perlindungan terhadap seluruh selubung eksterior
eksisting, termasuk atap, dengan perubahan besar pada struktur internal
serta perbaikan finishing, utilitas, dan sarana saniter. Perubahan besar
pada struktur internal dapat melibatkan penambahan tangga beton bertulang
yang baru, instalasi lift, demolisi dinding struktur pada interior secara
skala yang lebih luas, atau penambahan lantai baru selama sesuai dengan
ketinggian lantai aslinya;
- Perlindungan seluruh dinding selubung bangunan, dan
demolisi total pada atap dan interiornya, dengan membangun bangunan yang
sama sekali baru di belakang fasad yang dipertahankan. Opsi ini dapat
dilakukan pada bangunan yang terisolasi, seluruh dinding fasad eksternal
layak untuk dilindungi, tapi pengembangan ke depannya menbutuhkan wadah
untuk fungsi yang sama sekali baru, bebas dari elemen internal bangunan
eksisting;
- Perlindungan hanya pada dua atau tiga
penampang/tampak bangunan eksisting, dan demolisi total terhadap sisanya,
dengan pembangunan bangunan yang sama sekali baru di belakang dinding
fasad yang dipertahankan. Opsi ini dapat dilakukan pada bangunan yang
tapaknya terletak pada sudut pertemuan dua atau lebih jalan;
- Perlindungan hanya pada satu penampang/tampak
bangunan, sebuah dinding fasade dari bangunan eksisting, dan demolisi
total terhadap sisanya, dengan membangun bangunan yang sama sekali baru di
belakang dinding fasad. Opsi ini dapat dilakukan apabila bangunan tersebut
hanya memiliki satu fasad yang penting, tampak bangunan yang penting tersebut
menghadap jalan utama dan seluruh sisa tampaknya menempel pada bangunan di
sekelilingnya; dan
- Opsi paling drastis pada pengembangan kembali
adalah dengan tidak memberikan pilihan untuk pelestarian, tetapi dengan
demolisi total bangunan eksisting dan menggantinya dengan bangunan yang
baru.
v
KRITERIA TOLAK UKUR DAN PENGGOLONGAN BANGUNAN CAGAR
BUDAYA
Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta no 9 tahun 1999 bab IV, dijabarkan tolok ukur kriteria sebuah bangunan cagar budaya adalah:
- Tolak ukur nilai sejarah dikaitkan dengan
peristiwa-peristiwa perjuangan, ketokohan, politik, sosial, budaya yang
menjadi symbol nilai kesejarahan pada tingkat nasional dan atau Daerah
Khusus Ibukota Jakarta.
- Tolak ukur umur dikaitkan dengan usia
sekurang-kurangnya 50 tahun.
- Tolak ukur keaslian dikaitkan dengan keutuhan baik
sarana dan prasarana lingkungan maupun struktur, material, tapak bangunan
dan bangunan di dalamnya.
- Tolak ukur tengeran atau landmark dikaitkan dengan
keberadaaan sebuah bangunan tunggal monument atau bentang alam yang
dijadikan symbol dan wakil dari suatu lingkungan sehingga merupakan tanda
atau tengeran lingkungan tersebut.
- Tolak ukur arsitektur dikaitkan dengan estetika dan
rancangan yang menggambarkan suatu zaman dan gaya tertentu.
Dari kriteria dan tolak ukur di
atas lingkungan cagar budaya diklasifikasikan dalam 3 golongan, yakni:
- Golongan I: lingkungan yang memenuhi seluruh
kriteria, termasuk yang mengalami sedikit perubahan tetapi masih memiliki
tingkat keaslian yang utuh.
- Golongan II: lingkungan yang hanya memenuhi 3
kriteria, telah mengalami perubahan namun masih memiliki beberapa unsur
keaslian.
- Golongan III: lingkungan yang hanya memenuhi 3
kriteria, yang telah banyak perubahan dan kurang mempunyai keaslian.
v
TIPOLOGI BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI INDONESIA
Bangunan-bangunan peninggalan dan memiliki nilai sejarah harus di pelihara dan dilestarikan bentuk bangunannya di Kawasan Jakarta Utara cukup banyak bangunan peninggalan khususnya kawasan Kota Tua Jakarta, Berdasarkan sejarah perkembangan arsitektur yang ada di Indonesia, tipologi bangunan dibagi menjadi :
1.
Bangunan masyarakat Kolonial Eropa
Bangunan periode
VOC (abad XVI-XVII), arsitektur periode
pertengahan Eropa. Ciri-ciri bangunan ini adalah kesan tertutup, sedikit bukaan,
jendela besar tanpa tritisan, tanpa serambi.
Bangunan periode
negara kolonial (Neo Klasik Eropa). Ciri-ciri bangunan ini adalah atap-atap
tritisan, veranda dan jendela- jendela krepyak
Bangunan modern
kolonial (abad XX). Ciri-ciri bangunan ini adalah bergaya Art Deco dan Art
Nouveau.
2.
Bangunan masyarakat China.
Ciri-ciri
bangunan ini adalah berupa shop houses bergaya Cina Selatan, terletak di
sekitar core inti wilayah utama suatu daerah. Contohnya: bangunan klenteng yang
ada di Petak 9 di daerah Glodok.
3.
Bangunan masyarakat pribumi.
Ciri-ciri
bangunan ini adalah berada di luar benteng, berupa rumah panggung namun ada
juga yang langsung menyentuh lantai, menggunakan bahan-bahan alami. Saat ini
bangunan dengan tipologi sudah banyak yang punah.
4.
Bangunan modern Indonesia.
Ciri-ciri
bangunan ini adalah bergaya Internasional Style. Contohnya: Gedung BNI 46 yang
berada di dekat Stasiun Kota.
v
KLASIFIKASI
GOLONGAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA
Penggolongan bangunan cagar budaya dikelompokan menjadi golongan A, B, C, dan D.Bangunan cagar budaya kelas A adalah bangunan yang harus dipertahankan sesuai bentuk aslinya. Kelas B adalah bangunan cagar budaya yang dapat dipugar dengan cara restorasi. Kelas C dapat diubah dengan tetap mempertahankan tampak bangunan utama. Kelas D dapat dibongkar dan dibangun seperti semula, karena kondisinya membahayakan penghuni dan lingkungan sekitarnya. Secara detail, berdasarkan Perda DKI Jakarta No.9/ 1999 Pasal 10 ayat 1, bangunan cagar budaya dibagi menjadi sebagai berikut:
. GOLONGAN
A
Pemugaran bangunan pada golongan ini merupakan upaya preservasi berdasarkan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 19):
- Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah.
- Apabila kondisi bangunan buruk, roboh, terbakar
atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali
sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
- Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus
menggunakan bahan yang sama/ sejenis atau memiliki karakter yang sama,
dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada.
- Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya
penyesuaian/ perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa
mengubah bentuk bangunan aslinya.
. GOLONGAN
B
Pemugaran bangunan golongan ini merupakan upaya preservasi dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 20):
- Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja dan
apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak
tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti
semula sesuai dengan aslinya.
- Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus dilakukan
tanpa mengubah pola tampak depan, atap dan warna, serta dengan
mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.
- Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi
dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah
struktur utama bangunan.
- Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya
dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi suatu kesatuan yang
utuh dengan bangunan utama.
. GOLONGAN
C
Pemugaran bangunan golongan ini merupakan upaya rekonstruksi dan adaptasi
dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 21):
- Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap
mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap
bangunan.
- Detail rnament dan bahan bangunan disesuaikan
dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan.
- Penambahan bangunan di dalam perpetakan atau persil
hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai
dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan.
- Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana
kota.
- Pemanfaatan Kembali Bangunan Cagar Budaya.
Sumber :
https://finifio.wordpress.com/2016/06/04/apa-itu-konservasi-arsitektur/
http://egardanoza.blogspot.com/2018/07/konservasi-arsitektur-konservasi.html
https://winnerfirmansyah.wordpress.com/category/konservasi-arsitektur/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar