Minggu, 27 Maret 2016

ANALISIS PERMASALAHAN DENGAN PENDEKATAN BUDAYA

ANALISIS PERMASALAHAN SOSIAL DENGAN PENDEKATAN BUDAYA

Analisis kasus konseling budaya

A.) Pembahasan
Konseling pada hakikatnya adalah ilmu terapan, dalam arti bahwa konseling selalu berupaya menggunakan prinsip-prinsip keilmuannya untuk melakukan intervensi dalam rangka membantu individu atau kelompok  yang dilayaninya.Sebagai ilmu terapan, konseling memakai acuan berbagai disiplin ilmu antara lain: psikologi, sosiologi, antropologi, pendidikan dan sebagainya. Namun dari berbagai disiplin ilmu itu, maka disiplin psikologilah yang selama ini dipandang dominan mendasari konseling.Kita masih ingat tentang konsep ”psikologi konseling” yaitu suatu studi atau telaah yang memandang konseling lebih sebagai peristiwa psikologis yaitu hubungan konselor dan klien yang dilatari oleh nuansa psikologis. Begitupula, apabila ditinjau dari tujuannya, konseling pada akhirnya berurusan dengan pengubahan perilaku yang tidak lain merupakan kawasan kajian ilmu psikologi. Apalagi kalau dikaitkan dengan konseling sebagai treatmen maka semua pendekatan maupun teknik konseling berasal dari teori dan aliran psikologi, misalnya : psikoanalisis, gestalt, humanistik ataupun behavioristik.Menurut Burks dan Stefflre (dalam Shertzer, 1981) menjelaskan konseling adalah suatu hubungan professional antara konselor yang terlatih dengan klien. (Berdnard &Fullmer ,1969) Dalam pengertian konseling terdapat empat elemen pokok yaitu:
1.    Adanya hubungan,
2.    Adanya dua individu atau lebih,
3.    Adanya proses,
4.    Membantu individu dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan.
Berdasarkan definisi diatas, dapat dismpulkan bahwa konseling adalah proses pelayanan bantuan terhadap individu maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan social, kemampuan belajar, dan perencanaan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.

B.) Permasalahan/kasus konseling lintas budaya

Jeffrey (26 tahun) dan Theresa George (35 tahun) merupakan pasangan suami istri yang telah dikaruniai tiga orang anak yang masih kecil. Anak perempuan yang paling besar bernama Imari George (4 tahun). Sedangkan kedua adiknya laki-laki kembar bernama Kobi George dan Kadin George (2 tahun).Secara kultural Jeffrey dan Theresa dibesarkan dalam budaya yang sangat jauh berbeda. Jeffrey seorang negro kulit hitam yang dibesarkan pada keluarga yang disiplin ketat dan penuh peraturan. Sedangkan Theresa yang berkulit putih dibesarkan dalam keluarga yang cenderung bebas dan tidak terlalu ketat dalam hal peraturan. Ini jugalah yang menyebabkan perbedaan pandangan mereka berdua dalam mendidik anak dan juga pembagian tugas.
Dalam pembagian tugas di rumah tangga, Jeffrey mendapatkan porsi yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan Theresa. Sebagai seorang ayah selain mencari nafkah Jeffrey juga harus melakukan berbagai urusan rumah tangga seperti mencuci piring, mencuci baju, merawat anak, dan sebagainya. Sebagai kepala rumah tangga Jeffrey yang paling dominan dalam keluarga tersebut. Sedangkan Theresa hanya mendapatkan tugas-tugas rumah tangga yang lebih sederhana dan ringan. Dia juga cenderung menyerahkan berbagai tugas kepada suaminya. Sikapnya ini mungkin muncul akibat perbedaan pandangan yang terlalu mencolok antara pasangan tersebut tentang kehidupan ideal sebuah keluarga. Sehingga Theresa cenderung pasif dan menurut untuk menghindari konflik dengan suaminya.
Dalam pola pengasuhan pun mereka memiliki pandangan yang berbeda. Jeffrey yang dibesarkan dalam keluarga disiplin menginginkan anak-anaknya menjadi penurut. Berbeda dengan Theresa yang cenderung memberikan kebebasan kepada anak-anaknya. Dalam mendidik anak Jeffrey cenderung  lebihmemberikan instruksi langsung berupa perintah-perintah tegas kepada anak-anaknya, sedangkan Theresa biasanya memberikan perintah dengan cara meminta dan bukan menyuruh (memanjakan).
Perbedaan ini membuat anak-anak menjadi kebingungan dalam memahami aturan keluarga. Mereka mengalami kebingungan tentang mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak boleh dilakukan akibat perbedaan pendapat di antara kedua orang tua mereka. Seringkali ketika ayahnya mengatakan iya untuk suatu hal namun ibu mengatakan tidak, begitu pula sebaliknya dan terjadi secara berulang-ulang. Akibatnya anak-anak menjadi semakin kebingungan dengan perilaku orang tuanya sehingga mereka cenderung tidak terkendali dan berbuat semaunya.

C.)    Faktor penyebab kasus

1.    Adanya perbedaan latar belakang budaya yang mendasar
                 Ras negro kulit putih dan kulit hitam sangat berbeda walupun sama-sama orang negro.
2.    Faktor lingkungan
Pengaruh tempat tinggal dari  pasangan suami istri teersebut memiliki latar budaya yang berbeda walaupun masih dalam satu ras. Hal tersebut  berdampak pula pada cara berfikir dari masing-masing individu sesuai dengan bagaimana ia dibesarkan dalam lingkungannya terutama pada lingkungan keluarga.
3.    Adanya perbedaan persepsi antara keduanya
Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwa pasangan tersebut memiliki persepsi atau pendapat masing-masing tentang membentuk suatu keluarga yang ideal.
4.    Pola asuh orang tua
Dalam kasus dikatakan bahwa keduanya dibesarkan dengan cara yang berbeda oleh keluarga dan orang tuanya masing-masing. Jefry dibesarkan dengan didikan yang keras, penuh kedisplinan dan aturan-aturan yang harus ditaati dalam keluarga. Sedangkan Theresa cenderung diberikan kebebasan dan dimanjakan oleh orang tua dan keluarganya, ia dapat melakukan apapun sesukanya tanpa harus ada aturan yang disepakati dalam keluarga.
5.    Tidak menyatunya pandangan tentang menciptakan hubungan yang harmonis dalam keluarga
6.    Perbedaan konsep hidup antar suami istri

         D.)   Upaya penanganan kasus
  
Untuk mengatasi kasus ini hal pertama yang perlu dilakukan adalah menyamakan konsep antara pasangan                       suami istri tersebut. Selain solusi lainnya juga sangat perlu dilakukan. Berikut ini merupakan upaya penanganan               secara umum dari kasus perbedaan budaya dalam keluarga, antara lain :

1.    Menyamakan konsep antara pasangan suami istri tersebut.
Perbedaan tersebut perlu diselesaikan secepatnya kemudian perlu disepakati norma-norma dan nilai-nilai bersama dalam keluarga.
2.    Pasangan tersebut harus menyamakan gambaran ideal mereka tentang sebuah keluarga yang baik bagi mereka berdua. Hal ini tidaklah mudah mengingat mereka berdua dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga yang cukup berbeda bahkan mungkin berlawanan.
3.    Pasangan tersebut perlu menciptakan struktur keluarga mereka yang baru dimana tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Sturuktur yang baru ini diharapkan menjadi penyelesaian atas kebingungan struktur yang terjadi selama ini.
4.    Mengingat anak-anak yang masih kecil dimana sistem kognisi mereka belum berkembang secara sempurna maka anak-anak cukup menerima secara langsung kesepakatan yang dihasilkan oleh orang tua mereka. Setelah orang tua menyepakati apa yang harus dilakukan, intervensi kepada anak-anak cukup menggunakan model pendekatan behavioristic karena model pendekatan tersebut lah yang dirasa paling efektif.

Dalam konseling tidak hanya mendiskripsikan permasalahan secara umum saja melainkan juga dengan menggunakan berbagai pendekatan dan tehnik agar permasalahan klien benar-benar ditangani sebaik mungkin. Untuk lebih terperinci lagi upaya penanganan diatas akan didampingi dengan pendekatan-pendekatan yang tepat sebagai upaya dalam menyelesaikan masalah klien.  Adapun beberapa pendekatan yang digunakan adalah sebagai berikut :

                a) Pendekatan analasis transaksional
                b) Pendekatan humanistik
                c) Pendekatan behavioristik

Dengan melakukan upaya-upaya diatas, diharapkan permasalahan ini dapat diselesaikan secara sepenuhnya. Namun perlu disadari dampak psikologis budaya juga harus diperhatikan guna permasalahan ini dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan/norma kebudayaan yang ada. Dan diharapkan pula dengan menerapkan teknik dan upaya diatas, persimpangan kebudayaan yang ada dapat dijembatani dengan baik sehingga proses akulturasi budaya berjalan dengan sehat dan baik.
                      
                 REFERENSI :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar