ANALISIS PERMASALAHAN SOSIAL DENGAN PENDEKATAN BUDAYA
Analisis kasus konseling budaya
A.) Pembahasan
Konseling pada hakikatnya adalah ilmu terapan, dalam arti bahwa
konseling selalu berupaya menggunakan prinsip-prinsip keilmuannya untuk
melakukan intervensi dalam rangka membantu individu atau kelompok yang dilayaninya.Sebagai ilmu terapan,
konseling memakai acuan berbagai disiplin ilmu antara lain: psikologi,
sosiologi, antropologi, pendidikan dan sebagainya. Namun dari berbagai disiplin
ilmu itu, maka disiplin psikologilah yang selama ini dipandang dominan
mendasari konseling.Kita masih ingat tentang konsep ”psikologi konseling” yaitu
suatu studi atau telaah yang memandang konseling lebih sebagai peristiwa
psikologis yaitu hubungan konselor dan klien yang dilatari oleh nuansa
psikologis. Begitupula, apabila ditinjau dari tujuannya, konseling pada
akhirnya berurusan dengan pengubahan perilaku yang tidak lain merupakan kawasan
kajian ilmu psikologi. Apalagi kalau dikaitkan dengan konseling sebagai
treatmen maka semua pendekatan maupun teknik konseling berasal dari teori dan
aliran psikologi, misalnya : psikoanalisis, gestalt, humanistik ataupun
behavioristik.Menurut Burks dan Stefflre (dalam Shertzer, 1981) menjelaskan
konseling adalah suatu hubungan professional antara konselor yang terlatih
dengan klien. (Berdnard &Fullmer ,1969) Dalam pengertian konseling terdapat
empat elemen pokok yaitu:
1. Adanya
hubungan,
2. Adanya dua
individu atau lebih,
3. Adanya
proses,
4. Membantu
individu dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan.
Berdasarkan definisi diatas, dapat dismpulkan bahwa
konseling adalah proses pelayanan bantuan terhadap individu maupun kelompok,
agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan
kehidupan pribadi, kehidupan social, kemampuan belajar, dan perencanaan karier,
melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma
yang berlaku.
B.) Permasalahan/kasus
konseling lintas budaya
Jeffrey (26 tahun) dan Theresa
George (35 tahun) merupakan pasangan suami istri yang telah dikaruniai tiga
orang anak yang masih kecil. Anak perempuan yang paling besar bernama Imari
George (4 tahun). Sedangkan kedua adiknya laki-laki kembar bernama Kobi George
dan Kadin George (2 tahun).Secara kultural Jeffrey dan Theresa dibesarkan dalam
budaya yang sangat jauh berbeda. Jeffrey seorang negro kulit hitam yang
dibesarkan pada keluarga yang disiplin ketat dan penuh peraturan. Sedangkan
Theresa yang berkulit putih dibesarkan dalam keluarga yang cenderung bebas dan
tidak terlalu ketat dalam hal peraturan. Ini jugalah yang menyebabkan perbedaan
pandangan mereka berdua dalam mendidik anak dan juga pembagian tugas.
Dalam pembagian tugas di rumah
tangga, Jeffrey mendapatkan porsi yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan
Theresa. Sebagai seorang ayah selain mencari nafkah Jeffrey juga harus
melakukan berbagai urusan rumah tangga seperti mencuci piring, mencuci baju,
merawat anak, dan sebagainya. Sebagai kepala rumah tangga Jeffrey yang paling
dominan dalam keluarga tersebut. Sedangkan Theresa hanya mendapatkan
tugas-tugas rumah tangga yang lebih sederhana dan ringan. Dia juga cenderung
menyerahkan berbagai tugas kepada suaminya. Sikapnya ini mungkin muncul akibat
perbedaan pandangan yang terlalu mencolok antara pasangan tersebut tentang
kehidupan ideal sebuah keluarga. Sehingga Theresa cenderung pasif dan menurut
untuk menghindari konflik dengan suaminya.
Dalam pola pengasuhan pun mereka
memiliki pandangan yang berbeda. Jeffrey yang dibesarkan dalam keluarga disiplin
menginginkan anak-anaknya menjadi penurut. Berbeda dengan Theresa yang
cenderung memberikan kebebasan kepada anak-anaknya. Dalam mendidik anak Jeffrey
cenderung lebihmemberikan instruksi
langsung berupa perintah-perintah tegas kepada anak-anaknya, sedangkan Theresa
biasanya memberikan perintah dengan cara meminta dan bukan menyuruh
(memanjakan).
Perbedaan ini membuat anak-anak
menjadi kebingungan dalam memahami aturan keluarga. Mereka mengalami
kebingungan tentang mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak boleh dilakukan
akibat perbedaan pendapat di antara kedua orang tua mereka. Seringkali ketika
ayahnya mengatakan iya untuk suatu hal namun ibu mengatakan tidak, begitu pula
sebaliknya dan terjadi secara berulang-ulang. Akibatnya anak-anak menjadi semakin
kebingungan dengan perilaku orang tuanya sehingga mereka cenderung tidak
terkendali dan berbuat semaunya.
C.) Faktor
penyebab kasus
1.
Adanya perbedaan latar belakang budaya yang
mendasar
Ras
negro kulit putih dan kulit hitam sangat berbeda walupun sama-sama orang negro.
2.
Faktor lingkungan
Pengaruh tempat tinggal dari pasangan suami istri teersebut memiliki latar
budaya yang berbeda walaupun masih dalam satu ras. Hal tersebut berdampak pula pada cara berfikir dari
masing-masing individu sesuai dengan bagaimana ia dibesarkan dalam
lingkungannya terutama pada lingkungan keluarga.
3.
Adanya perbedaan persepsi antara keduanya
Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwa
pasangan tersebut memiliki persepsi atau pendapat masing-masing tentang
membentuk suatu keluarga yang ideal.
4.
Pola asuh orang tua
Dalam kasus dikatakan bahwa keduanya dibesarkan dengan
cara yang berbeda oleh keluarga dan orang tuanya masing-masing. Jefry
dibesarkan dengan didikan yang keras, penuh kedisplinan dan aturan-aturan yang
harus ditaati dalam keluarga. Sedangkan Theresa cenderung diberikan kebebasan
dan dimanjakan oleh orang tua dan keluarganya, ia dapat melakukan apapun
sesukanya tanpa harus ada aturan yang disepakati dalam keluarga.
5.
Tidak menyatunya pandangan tentang menciptakan
hubungan yang harmonis dalam keluarga
6.
Perbedaan konsep hidup antar suami istri
D.) Upaya
penanganan kasus
Untuk
mengatasi kasus ini hal pertama yang perlu dilakukan adalah menyamakan konsep
antara pasangan suami istri tersebut. Selain solusi lainnya juga sangat perlu
dilakukan. Berikut ini merupakan upaya penanganan secara umum dari kasus
perbedaan budaya dalam keluarga, antara lain :
1.
Menyamakan konsep antara pasangan suami istri
tersebut.
Perbedaan tersebut perlu diselesaikan secepatnya
kemudian perlu disepakati norma-norma dan nilai-nilai bersama dalam keluarga.
2.
Pasangan tersebut harus menyamakan gambaran
ideal mereka tentang sebuah keluarga yang baik bagi mereka berdua. Hal ini
tidaklah mudah mengingat mereka berdua dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga
yang cukup berbeda bahkan mungkin berlawanan.
3. Pasangan
tersebut perlu menciptakan struktur keluarga mereka yang baru dimana tidak ada
pihak yang merasa dirugikan. Sturuktur yang baru ini diharapkan menjadi
penyelesaian atas kebingungan struktur yang terjadi selama ini.
4.
Mengingat anak-anak yang masih kecil dimana
sistem kognisi mereka belum berkembang secara sempurna maka anak-anak cukup
menerima secara langsung kesepakatan yang dihasilkan oleh orang tua mereka.
Setelah orang tua menyepakati apa yang harus dilakukan, intervensi kepada
anak-anak cukup menggunakan model pendekatan behavioristic karena model
pendekatan tersebut lah yang dirasa paling efektif.
Dalam konseling tidak hanya
mendiskripsikan permasalahan secara umum saja melainkan juga dengan menggunakan
berbagai pendekatan dan tehnik agar permasalahan klien benar-benar ditangani
sebaik mungkin. Untuk lebih terperinci lagi upaya penanganan diatas akan
didampingi dengan pendekatan-pendekatan yang tepat sebagai upaya dalam
menyelesaikan masalah klien. Adapun
beberapa pendekatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a) Pendekatan analasis transaksional
b) Pendekatan humanistik
c) Pendekatan behavioristik
Dengan melakukan upaya-upaya diatas, diharapkan permasalahan ini dapat
diselesaikan secara sepenuhnya. Namun perlu disadari dampak psikologis budaya
juga harus diperhatikan guna permasalahan ini dapat diselesaikan sesuai dengan
ketentuan/norma kebudayaan yang ada. Dan diharapkan pula dengan menerapkan
teknik dan upaya diatas, persimpangan kebudayaan yang ada dapat dijembatani
dengan baik sehingga proses akulturasi budaya berjalan dengan sehat dan baik.
REFERENSI
: